Kamis 06 Aug 2015 23:31 WIB
Pasal Penghinaan Presiden

Norma dan Definisi Penghinaan Presiden Harus Jelas

Rep: C05/ Red: Ilham
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).
Foto: Antara
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Parahyangan (Unpar), Asep Warlan Yusuf menyatakan tak sepakat jika penghinaan pada presiden dapat dipidana. Sebab, makna penghinaan pada presiden masih bias hingga kini.

"Jadi merumuskan konsepnya jangan langsung loncat ke KUHP. Tapi buat dulu definisi dan norma terkait penghinaan presiden," ujarnya Kamis (6/8).

Dia menjelaskan, saat ini belum ada UU khusus tentang konsep kehormatan dan kewibawaan presiden. Ini mestinya dibentuk dulu dalam sebuah UU baru.

Dari situ, kata dia, nantinya akan dijelaskan secara detail apa itu konsep kehormatan dan wibawa presiden. Nanti juga diatur tindakan seperti apa yang digolongkan sebagai penghinaan ke presiden. Agar makna penghinaan menjadi tidak multitafsir.

Dia sepakat bahwa presiden sebagai simbol negara mesti dihormati. Namun, dengan langsung memasukkan pasal penghinaan presiden ke RUU KUHP, itu tidaklah tepat. "Sebab penghinaan itu kan pasal karet. Orang bisa subyektif memandang arti penghinaan itu apa," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement