REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai, kualitas program televisi di Indonesia masih belum baik. Alih-alih membuat tayangan berkualitas, stasiun televisi hanya berorientasi pada popularitas sesuai rating. Padahal, program yang berkualitas kini dapat laku ditonton masyarakat.
"Industri itu kan hanya takut pada dua 'r'. Satu, rating dan dua revenue. Selama dua ini enggak terganggu, dia jalan terus," kata Komisioner KPI, Bekti Nugroho saat jumpa pers di The Akmani Hotel, Jakarta, Selasa (11/8).
Bekti melanjutkan, masyarakat Indonesia makin kritis dalam memilah tayangan berkualitas. Ketika masyarakat menilai sebuah tayangan itu tak bagus, maka rating-nya bisa saja turun. Akhirnya, kian sedikit perusahaan memasang iklan pada program yang dinilai kurang berkualitas. "Maka harapan dari publik yang cerdas menjadi sangat penting," ucap Bekti.
KPI menegaskan, tiap pemilik stasiun televisi sudah mengambil frekuensi publik. Karena itu, tiap stasiun TV semestinya melaksanakan tanggung jawab sosial-kulturalnya kepada masyarakat, minimal dengan memperbanyak program berkualitas yang tidak membodohi pemirsa.
"Bahkan ada TV A, TV B yang kiblatnya masih terlalu kelihatan, membela salah satu Parpol. Kita enggak mau itu," keluh Bekti. "Sunatullah, lembaga penyiaran kan harus netral karena ini bisnis kepercayaan."
Kendati demikian, tidak sedikit program yang kurang atau bahkan tak berkualitas justru punya rating tinggi. Karena itu, kata Bekti, pihaknya terus membangun komunikasi dan meyakinkan pihak pengiklan. Bahwa mereka sebaiknya memasang iklan di program yang berkualitas bagus saja. "Industri (yang pasang iklan) ini juga kalau diajak bicara, kita ngomong baik-baik, mereka juga mengerti," papar dia.