Senin 17 Aug 2015 20:55 WIB

Hilangnya Magis Sang Raja Total Football

Rep: c17/ Red: Fernan Rahadi
ajax
Foto: www.animaatjes.nl
ajax

REPUBLIKA.CO.ID, Pada dekade 60-an hingga pertengahan 70-an Ajax Amsterdam merupakan klub superior yang ditakuti banyak klub di jagat bumi ini. Banyak lawan dipastikan menciut nyalihnya kala mendegar nama-nama seperti Horst Blankenburg, Ruud Krol, Arie Haan, Johan Neeskens, Gerrie Mühren, Sjaak Swart, Piet Keizer dan Johan Cruyff berada di atas lapangan.

Taktik sepak bola menyerang yang diperagakan raksasa Belanda ini membuat para penonton terbius. Dalam hal mengumpulkan prestasi, Ajax pun konsisten setelah sukses menjuarai Piala Eropa (sekarang Liga Champions) pada tahun 1971,1972, dan 1973. Namun hengkangnya sang bintang, Johan Cruyff, ke Barcelona pada pertengahan 1973 menandai akhir kejayaan Ajax pada periode pertama.

Memasuki era 80-an, Ajax bangkit dari keterpurukan masa lalu. Cruyff yang kembali ke Amsterdam Arena dan mengambil alih pekerjaan sebagai pencari bakat pemain muda yang kemudian melahirkan nama-nama seperti Jesper Olsen Gerald Vanenburg, Wim Kieft, Frank Rijkaard, dan Marco van Basten.

Keberadaan mereka membuat Ajax dapat bersaing kembali dengan Feyenoord serta PSV Eindhoven di ajang liga domestik. Namun, kepergian Van Basten pada 1988 membuat Ajax kembali merasuk dalam jurang hitam.

Akan tetapi tak butuh waktu lama bagi Ajax untuk berjaya kembali. Pada dekade 90-an, di tangan pelatih Louis van Gaal, Ajax kembali berjaya baik di kompetisi domestik maupun di Eropa. Dalam tujuh tahun kepelatihannya, Van Gaal membawa Ajax meraih tiga gelar Eredivisie, dan meraih gelar Liga Champions musim 1994/1995 usai menundukkan AC Milan di final.

Di era 2000-an, Ajax semakin tak terdengar dan dinilai semakin ketinggalan jauh dengan klub-klub Inggris, Spanyol, maupun Italia. Persaingan liga industri yang disajikan Liga Primer, La Liga, Serie A, hingga Bundesliga, menyirat mata masyarakat untuk mengacuhkan sepakbola negeri Eropa Selatan tersebut.

Nama mentereng Ajax kini kalah gemerlap dibandingkan Bayern Muenchen, Barcelona, Real Madrid, Chelsea atau bahkan Manchester City. Klub peletak dasar filosofi total football itu kini hanya menjadi pengekspor pemain muda berbakat ke seluruh Eropa, sebut saja Wesley Sneijder, Rafael van der Vaart, Zlatan Ibrahimovic, Luis Suarez, dan Klaas-Jan Huntelaar.

Ajax memang kembali menjadi raja Eredivisie para kurun waktu 2011-2014, akan tetapi prestasi mereka di Eropa selalu mentok di penyisihan grup. Terakhir, pada awal musim 2015/2016 ini mereka harus menelan hasil memalukan, yakni tersingkir pada babak ketiga kualifikasi Liga Champions usai ditundukkan klub Austria, Rapid Vienna, dengan skor agregat 4-5.

Tampil di markas sendiri di Amsterdam Arena, Selasa, 4 Agustus 2015, di luar dugaan Ajax malah tumbang 2-3. Hasil ini sangat disesali pelatih Frank De Boer. "Ini sangat menyedihkan, untuk sepakbola Belanda dan juga untuk kami,\" kata De Boer seperti dilansir Soccerway.

Dengan tersingkirnya Ajax, otomotis Belanda tinggal diwakili satu tim, yakni juara Eredivisie musim lalu, PSV Eindhoven, yang lolos otomatis ke babak penyisihan grup.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement