Senin 17 Aug 2015 21:05 WIB

Pemberian Remisi Koruptor tak Sesuai dengan Kebijakan Pemerintah Jokowi

Rep: C07/ Red: Bayu Hermawan
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat Hukum M Nasef mengatakan pemberian remisi kepada ribuan terpidana kasus korupsi merupakan kebijakan yang kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi yang menjadi salah satu agenda utama pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

"Dipermudahnya pemberian remisi bagi narapidana korupsi tidak sesuai dengan criminal legal policy dalam pemberantasan korupsi," kata Nasef kepada Republika Online, Senin (17/8).

Nasef menjelaskan, salah satu tujuan pemidanaan adalah untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan sekaligus menjadi peringatan bagi yang lainnya untuk tidak melakukan tindak pidana serupa, khususnya dalam hal ini tindak pidana korupsi.

Sehingga, apabila pemberian remisi dipermudah bahkan diobral, maka sedikit-demi sedikit akan mengikis efek jera itu, sehingga tujuan pemidanaannya tidak tercapai.

Menurut Nasef, memang tidak bisa dipungkiri remisi adalah hak dari setiap narapidana. Namun sebagai sebuah hukum negara pemenuhan hak itu harus didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly memberikan remisi dasawarsa kepada seluruh narapidana di Hari Kemerdekaan Indonesia ke-70 tak terkecuali napi kasus korupsi. Tercatat sebanyak 1.938 koruptor mendapat remisi istimewa.

Yasonna mengatakan, napi korupsi yang mendapat remisi karena telah memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 sebanyak 517 orang. Sedangkan yang mendapat remisi berdasarkan PP Nomor 99 Tahun 2012 berjumlah 1.421 orang. Total sebanyak 1938 napi korupsi mendapat remisi dasawarsa.

Untuk narapidana korupsi, Kemenkumham juga masih mengkaji sebanyak 848 napi korupsi untuk diberikan remisi. Namun, jumlah itu masih ditimbang untuk didalami sesuai persyaratan yang ada dalam peraturan perundang-undangan. Sementara 16 napi korupsi ditolak untuk mendapat remisi.

Menurut Yasonna, remisi merupakan instrumen untuk meningkatkan diri seorang napi agar terus terpacu untuk berkelakuan baik. Semua warga binaan, menurutnya, berhak mendapatkan remisi selama memenuhi syarat dan ketentuan yang ada dalam undang-undang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement