REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama menolak penggusuran Kampung Pulo disamakan dengan warga Cina Benteng, Tangerang pada tahun 2010 lalu. Ahok menilai konteks dua penggusuran tersebut berbeda.
Ia menyebut saat itu ia berdebat dengan Wali Kota Tangerang, Wahidin Halim karena warga Cina Benteng tidak mendapatkan haknya. Warga tidak diberikan uang kerahiman ataupun rusun pengganti setelah digusur.
"Kamu nggak bisa main usir orang terus nggak dikasih solusi rusun. Nggak ada main usir saja nggak bisa dong. Jangan bandingin saya," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (25/8).
Menurutnya belum ada peraturan yang melarang pemberian uang kerahiman bagi warga yang digusur. Terlebih warga juga tidak diberikan rusun sebagai pengganti tempat tinggal yang berarti pemerintah Tangerang mengusir bukan merelokasi.
Ia mengaku marah dengan Wahidin karena tidak ada anggaran terkait kompensasi tersebut. Jika memang pemerintah berniat menggusur harus dianggarkan terlebih dahulu sebagai pengganti bangunan yang sudah dihancurkan. Namun pada kenyataannya tidak ada uang kerahiman ataupun rusun sebagai pengganti.
"Kalau kerohiman seperti dulu 2010 masih boleh. Dia nggak mau kasih karena nggak ada anggaran. Ya minta dong sama DPRD," ungkapnya.
Ahok mengatakan kala itu dirinya menjabat anggota DPR RI Komisi II sehingga tahu aturan pemerintah wajib memberi uang pengganti. Untuk itu, ia pun berusaha memperjuangkan hak warga Cina Benteng.
Tambah dia, memang kasus warga Cina Benteng yang menghuni bantaran sungai Cisadane dan Ciliwung hampir sama. Namun dalam menyikapinya, Pemprov DKI sudah memberikan ganti rugi berupa rusunawa di Jatinegara Barat sesuai keinginan mereka.