REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem komunikasi di lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai masih sangat lemah. Direktur pada Direktorat Pembinaan Jaringan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi KPK, Sujanarko mengaku sempat merasakan kesepian lantaran sulitnya menjalankan komunikasi di lembaga anti-rasuah itu.
"Tidak bumpet 100 persen tapi memang karena kan orang masuk KPK sudah jadi semua. Sehingga untuk melakukan pengaruh ke lintas deputi itu effort-nya luar biasa. Tapi untuk level yang kita kuasai tidak apa-apa," kata Sujanarko dalam tes wawancara yang diadakan oleh Panitia Seleksi (Pansel) KPK, Gedung Sekertariat Negara (Setneg), Jalan Medan Merdeka, Jakarta (26/8).
Ia menyebut, terjadi perubahan sistem komunikasi dari kepemimpinan KPK di periode pertama ke periode berikutnya. Sistem yang diberlakukan saat pimpinan KPK periode I disebutnya paperless, sehingga dapat meningkatkan komunikasi di internal KPK.
Namun, saat periode pimpinan berikutnya, lembaga antirasuah tersebut terkesan sangat birokratis yang lebih banyak menggunakan kertas dalam berkomunikasi. Hal inipun disebutnya menjadi kendala sendiri.
"Sebetulnya paperless untuk percepat komunikasi. Ke depan dikembalikan ke roh awal. Komunikasi KPK di seluruh bidang bisa dipercepat dengan itu," kata dia.
Bahkan, Sujanarko sempat membandingkan gaya kepemimpinan pimpinan KPK yang dinilainya rendah hati. Menurut dia, para pemimpin di KPK harus memiliki sikap yang rendah hati. "Orang KPK harus belajar rendah hati. Pimpinan harusnya datang ke bawah tepuk pundak, ngopi bareng. Itu yang kurang," kata dia.
Lebih lanjut, Sujanarko juga menilai perlunya dikembangkan proaktif investigasi di lembaga anti korupsi itu. Tak hanya itu, ia juga menilai lembaga anti korupsi itu selama ini berjalan sendiri serta tidak memberdayakan struktur negara yang sudah ada.
"Harusnya gandeng juga menkopolhukam, bappenas. Momentum-momentum itu tidak digunakan sehingga seakan-akan jalan sendiri. Kedepan KPK harus koordinasi politik hukum negara," kata Sujanarko.