REPUBLIKA.CO.ID, NORTHERN TERRITORY -- Pemerintah Australia Utara (Northern Territory) kini menyiapkan pembentukan sebuah komisi anti korupsi yang akan meniru model lembaga serupa yang telah ada di negara bagian lainnya. Di Australia komisi pemberantasan korupsinya menganut sistem berbasis negara bagian.
Langkah pemerintah Australia Utara itu didorong oleh desakan pihak oposisi dan independen di parlemen setempat, setelah luasnya kecaman mengenai sejumlah isu termasuk biaya perjalanan dinas para pejabat.
Saat ini Pemerintahan yang dipimpin Adam Giles dari Partai Country Liberal (CLP) merupakan minoritas karena hanya memiliki 12 dari 25 kursi di parlemen. Oposisi Partai Buruh menguasai 8 kursi, dan 5 kursi sisanya dikuasai independen.
Ketua parlemen setempat Kezia Purick tadinya berasal dari Partai CLP, namun ia menyatakan mundur bulan Juli lalu dan menjadi independen.
Sebelumnya, Jaksa Agung Australia Utara John Elferink mengumumkan pemerintah akan membentuk lembaga anti korupsi ini "sebagai akibat dari banyaknya kritikan", meskipun secara pribadi ia menyatakan tidak setuju dengan lembaga seperti itu.
Untuk itu, kata Elferink, sebuah "kelompok intergitas" yang menurut rencana akan terdiri atas anggota ombudsman, pemeriksa keuangan, dan kepala kepolisian, akan diminta memberikan rekomendasi mengenai cara menambah kewenangan lembaga Komisi Pelaporan Kepentingan Publik (PIDC).
Tujuannya, agar lembaga ini bisa sekaligus menangani kasus-kasus korupsi.
Namun di parlemen kemarin (27/8), pemerintah mengajukan rancangan yang berbeda dari rencana semula. Kelompok integritas dihilangkan dan akan diganti oleh seorang tokoh. Akibatnya, pihak oposisi bersama anggota parlemen independen menyerang rencana tersebut.
Menurut Adam Giles, pihaknya siap bekerja sama untuk mencapai kesepakatan dalam pembentukan lembaga anti korupsi di wilayahnya.