REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA -- Presiden Kolombia Juan Manuel Santos mengatakan pada Kamis (3/9) ia akan bertemu rekannya dari Venezuela Nicolas Maduro terkait krisis perbatasan antara dua negara Amerika Selatan tersebut, namun hanya dengan syarat-syarat tertentu.
Rentetan krisis mulai berkobar pada 19 Agustus lalu ketika Maduro menutup perbatasan dengan Kolombia setelah menyalahkan pasukan paramiliter sayap kanan Kolombia yang melukai tiga petugas patroli antipenyelundupan Venezuela.
Maduro juga menyalahkan penyelundupan oleh warga Kolombia yang tinggal di Venezuela yang kekurangan barang-barang kebutuhan dasar di negaranya.
"Saya ingin memberitahu Presiden Maduro saya siap bertemu dengannya tetapi juga diperlukan sikap untuk menghormati terhadap hak-hak dasar warga Kolombia," kata Santos dalam pidatonya yang disiarkan televisi.
Santos mengatakan tujuan pertemuan itu antara lain untuk menciptakan kondisi koridor kemanusiaan sehingga lebih dari 2.000 anak-anak Kolombia yang tinggal di kota perbatasan di sisi Venezuela dapat berangkat kembali ke sekolah mereka di Kolombia.
Ia juga meminta Venezuela membiarkan 15 truk memasuki egara itu, melewati perbatasan yang ditutup sehingga lebih dari 1.300 warga Kolombia yang dideportasi sejak krisis tersebut mulai dapat mengamankan barang-barang mereka. Santos juga meminta Venezuela tidak menganiaya warga Kolombia yang akan dideportasi dari Venezuela.
"Jika kondisi minimum ini terpenuhi, saya akan duduk dan memperbaiki masalah tersebut. Saya yakinkan Anda, Presiden Maduro kita bisa memperbaiki ini," tambahnya.
Venezuela telah lama menggunakan kekayaan minyaknya untuk mensubsidi bahan-bahan pokok seperti beras dan kertas toilet yang dijual sekitar sepersepuluh dari harga di Kolombia.
Namun, Maduro mengatakan lebih dari lima juta warga Kolombia di antaranya tinggal di Venezuela, menyelundupkan barang-barang bersubsidi di perbatasan.
Ia menyalahkan penyelundupan yang merajalela menyebabkan berbagai kekurangan di Venezuela yang saat ini juga diperburuk oleh penurunan harga minyak. Kedua negara juga telah menarik duta besarnya masing-masing saat ketegangan meningkat.
Perbatasan sepanjang 2.200 kilometer atau 1.400 mil telah lama penuh dengan gerilyawan dari Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) dan Tentara Pembebasan Nasional (ELN), serta geng narkoba dan para penyelundup.
Termasuk juga di dalamnya, geng-geng Kolombia dari sisa-sisa kelompok paramiliter sayap kanan yang pernah berjuang melawan gerilyawan, namun telah dibubarkan sejak satu dekade lalu.