Senin 07 Sep 2015 14:29 WIB

Rizal Ramli: Token Listrik Itu Kejam Sekali, Providernya Setengah Mafia

Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli meminta penerapan sistem token pulsa listrik dikaji lantaran ketersediaan yang minim dan harga yang yang lebih mahal karena biaya administrasi.

Rizal dalam rapat koordinasi tentang listrik di Kantor Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin (7/9), mencontohkan ada banyak keluarga yang masih memiliki anak yang harus belajar pukul 20.00, tapi pulsa listrik habis tiba-tiba dan kesulitan mencari pulsa tersebut.

"Masalah kedua, saat mereka beli pulsa Rp 100 ribu, listriknya hanya Rp 73 ribu. Kejam sekali itu 27 persen disedot oleh provider yang setengah mafia," katanya (7/9).

Menurut Rizal, dibandingkan dengan pulsa telepon yang sudah tersedia di mana-mana dan biaya administrasi yang tidak mahal, pulsa listrik dinilai benar-benar telah dimonopoli. "Kalau pulsa telepon, kita beli Rp 100 ribu, kita bayar Rp 95 ribu, itu uang muka kita istilahnya," katanya.

Menurut Rizal, rakyat diwajibkan menggunakan token pulsa listrik lantaran ada monopoli di perusahaan listrik itu pada masa lalu. Karena itu, ia meminta agar tidak boleh ada lagi monopoli sistem tarif listrik. Ia juga meminta agar biaya administrasi pulsa listrik maksimal hanya Rp 5.000 sehingga tidak memberatkan rakyat.

"Kami minta, pertama tidak boleh ada monopoli, jadi rakyat harus punya dua pilihan yaitu mau ikut meteran atau pulsa. Kedua, kalau pulsa Rp 100 ribu, maksimal biaya (administrasi) adalah Rp 5.000 sehingga dia membayar listrik Rp 95 ribu. Kami mohon ini segera dilakukan," katanya.

Menanggapi permintaan Rizal, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basyir mengatakan, pihaknya akan mengkaji penerapan sistem token pulsa untuk pembelian listrik itu.

Menurut dia, masyarakat miskin yang membeli token pulsa listrik memang lebih banyak kena biaya administrasi ketimbang listriknya sendiri.

"Masyarakat yang miskin sekali ini, untuk bayar yang Rp 100 ribu, mereka bisa bayar dua tiga kali. Misalnya, dia beli Rp 30 ribu, beli lagi Rp 20 ribu sehingga kadang-kadang harga pulsa sendiri termakan dengan biaya administrasi," katanya.

Atas pertimbangan tersebut, Sofyan mengatakan pihaknya akan mengkaji penerapan sistem token pulsa listrik. "Kami akan lakukan kajian dengan Menteri ESDM (Sudirman Said) juga dan saya pikir ini hal yang sangat urgent untuk kita antisipasi. Beban masyarakat akan semakin lebih ringan," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement