Selasa 08 Sep 2015 16:59 WIB

Kebakaran Hutan Gunung Papandayan Diduga karena Api Unggun

Rep: C10/ Red: Bayu Hermawan
Gunung Papandayan
Gunung Papandayan

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Seratus hektare lebih hutan Gunung Papandayan Garut hangus terbakar. Kebakaran terjadi sejak Ahad (6/9) sekitar pukul 11.00 WIB, dan hingga Selasa (8/9) bara api masih tetap menyala.

Kepala Seksi Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, TB Agus Sofyan mengatakan area yang terbakar disekitar blok tegal alun dan pondok saladah. Berdasarkan laporan terakhir yang diterima BPBD hari ini, sudah sekitar 100 hektare lebih lahan yang terbakar. Senin malam api sempat padam, namun karena angin kencang api menyala kembali.

"Kemungkinan penyebab kebakaran karena ada api anggun yang lupa dipadamkan," katanya kepada Republika, Selasa (8/9).

Saat terjadi kebakaran, BPBD, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan masyarakat yang menjadi relawan langsung membuat sekat bakar. Menurut Agus, hal tersebut dilakukan agar lahan yang terbakar tidak meluas.

Namun proses pemadaman menghadapi kendala. Agus mengungkapkan, kendalanya karena kesusahan mendapatkan air dan angin yang terlalu kencang. Sementara, jenis pohon yang banyak terbakar diantaranya pohon cantigi, ilalang dan edelweiss.

Kepala Seksi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah V Jawa Barat (Jabar), Toni Ramdani menjelaskan, saat proses pemadaman dilakukan awalnya api dapat terkendali. Akan tetapi di musim kemarau ini anginnya cukup kencang. Sehingga Ahad (6/9) api meluas.

Ia menambahkan, berdasarkan hasil survei lapangan BKSDA, pada Senin (7/9) diperkirakan luas area yang terbakar kurang lebih 100 hektare. Sementara, kerugian yang diakibatkan kebakaran yang menghanguskan lahan sekitar 100 hektare tersebut belum dapat dipastikan.

Saat ini objek wisata Gunung Papandayan sementara waktu ditutup. Laporan terakhir yang diterima BPBD, hari ini masih banyak  bara api yang menyala. Dikhawatirkan jika terjadi angin kencang, api akan menyala kembali.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement