REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah pusat sejak awal Agustus lalu menghentikan impor jagung sampai batas waktu tak ditentukan. Pemerintah berharap kebijakan ini akan mendongkrak harga jual jagung di tingkat petani.
Pemerintah Provinsi Bali memanfaatkan kesempatan ini dengan menggiatkan masyarakat petaninya untuk memperluas wilayah tanam jagung. Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta mengatakan jagung merupakan sumber bahan pangan lokal yang dapat diproduksi sendiri oleh petani Bali, tanpa mengandalkan bantuan dari luar.
"Jangan sampai ada lagi lahan menganggur atau tidak ditanami pada musim kemarau," ujar Sudikerta di Denpasar, Rabu (9/9).
Politikus Golkar ini mengimbau petani meningkatkan produksi jagungnya terlebih dimusim kemarau. Alasannya, jagung relatif tidak terlalu banyak membutuhkan air sehingga pemanfaatan lahan sawah bekas panen bisa dilakukan optimal.
Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali, Ida Bagus Wisnuardhana mengatakan Bali mengalokasikan perluasan areal tanam jagung hingga tujuh ribu hektare area (ha) tahun ini. Rinciannya adalah di Buleleng (2.500 ha), Karangasem (2.000 ha), Tabanan (1.000 ha), Klungkung (500 ha), dan Jembrana (100 ha).
"Perluasan ini sebagai wujud upaya swasembada beras, swasembada jagung, dan kedelai yang berkelanjutan," katanya.
Wisnuardhana mencontohkan petani di Subak Aseman VI beberapa waktu lalu telah melakukan panen perdana jagung seluas 160 ha. Subak Aseman VI merupakan salah satu dari 15 kelompok tani di Tabanan. Kelompok tani di sini mulai menanami benih jagung hibrida pada Mei 2015 dan September ini sudah dipanen.
Indonesia selama ini mengimpor sekitar tiga juta ton jagung per tahun untuk kebutuhan pakan ternak. Penghentian impor jagung sementara disebabkan produksi jagung dalam negeri tahun ini melimpah, bahkan diekspor ke luar negeri, seperti Filipina.