REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Bendera Palestina akan berkibar untuk pertama kalinya di markas PBB, setelah Majelis Umum PBB menyetujui rancangan resolusi Palestina. Langkah ini didukung oleh 119 dari 193 negara anggota PBB.
Australia berada di antara 8 negara penentang resolusi, yang menyatakan bahwa bendera negara pengamat non-anggota seperti Palestina 'boleh dikibarkan di markas PBB New York dan kantor-kantor PBB lainnya'. Israel, Amerika Serikat dan Kanada juga menentang langkah itu.
Perdana Menteri Palestina, Rami Hamdallah, menyebut keputusan itu sebagai langkah menuju pengakuan Palestina sebagai anggota penuh PBB.
Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyambut baik langkah tersebut, dan mengatakan, hal itu menunjukkan dukungan internasional.
"Suara hari ini adalah penegasan kembali dari legitimasi aspirasi nasional rakyat Palestina. Atas keberadaan mereka di antara bangsa-bangsa di dunia dan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Untuk menjadi orang bebas dalam mengendalikan hidup mereka dan takdir mereka di negara merdeka mereka sendiri," kemukanya.
Ia menyambung, "Adopsi terhadap resolusi ini yang dilakukan Majelis Umum akan membantu mengembalikan harapan rakyat dan pemimpin kami karena mereka terus melanjutkan jalur politik legal non-kekerasan yang damai."
Dubes Rami menambahkan, resolusi itu akan ‘memenuhi hak-hak rakyat Palestina, mencapai perdamaian yang adil dan berkelanjutan dan mengamankan Palestina secara sah di antara komunitas bangsa-bangsa’.
Perwakilan Israel untuk PBB, Ron Prosor, mengkritik Majelis Umum atas pengadopsian resolusi tersebut.
"Majelis Umum memilih untuk menyatakan bahwa Bumi ini rata jika Palestina mengusulkan hal itu," ujarnya.
Duta Besar AS, Samantha Power, mengatakan, pengibaran bendera Palestina tak akan mendamaikan Israel dan Palestina.
"Kita semua tahu bahwa resolusi berkelanjutan dan adil atas konflik Israel-Palestina hanya akan dicapai melalui pilihan sulit dan kompromi yang dinegosiasikan oleh pihak bersangkutan," sebutnya.
Ia berpendapat, "Menaikkan bendera Palestina di luar markas PBB bukanlah alternatif negosiasi, dan tak akan membuat kedua pihak lebih dekat dengan perdamaian."