Senin 14 Sep 2015 19:52 WIB

Kemenkumham: RUU KUHP tak Akan Melemahkan KPK

Rep: C20/ Red: Bayu Hermawan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Foto: Republika/Wihdan H
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana menjelaskan dimasukannya delik korupsi dalam RUU KUHP, bukan untuk mendelegitimasi kewenangan KPK dalam menyelidik, menyidik dan menuntut perkara korupsi sekaligus pencucian uang.

"Kami ingin juga mendapat keterangan yang lebih jelas dari pimpinan KPK yang berkirim surat ke kita. Prinsipnya pemerintah tidak akan melemahkan KPK," kata Widodo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/9).

Widodo mengatakan dalam surat yang diterimanya, KPK ingin adanya harmonisasi yang paralel untuk dapat menindak dan mencegah korupsi. Hal itu apabila delik korupsi dimasukan dalam RUU KUHP.

Sementara itu, ketika dihubungi secara terpisah, Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Aji menegaskan bila korupsi adalah tindakan khusus yang tak dapat disamakan dengan pidana umum.

Menurutnya, UU KPK tak berfungsi optimal jika dalam RUU KUHP, penindakan kasus korupsi dikembalikan wewenangnya kepada dua penegak hukum yakni Kejaksaan dan Kepolisian.

Selama ini, lanjut Indriyanto, KPK dan Kejaksaan juga melakukan hal yang sama untuk mengusut kasus korupsi. Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum KPK, menurut undang-undang, diangkat oleh pimpinan komisi antirasuah yang berasal dari unsur Kepolisian, Kejaksaan, dan pegawai negeri. Status mereka adalah pegawai yang dipekerjakan oleh KPK.

"Tanpa masukan ini, dikhawatirkan terjadi delegitimasi kewenangan KPK atas kasus korupsi, ada pelemahan KPK menjadi seperti macan ompong," ujar Indriyanto.

Menurutnya, konsekuensinya, apabila RUU UKHP disahkan dengan memasukkan delik korupsi maka kewenangan KPK dikebiri. Sehingga, menurut Indriyanto, KPK tak akan punya taring untuk mengusut korupsi kelas kakap.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement