Senin 28 Sep 2015 10:41 WIB

MPR: Biarkan Presiden Bekerja, Jangan Di-bully Dululah

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Bayu Hermawan
 Wakil Ketua MPR Mahyudin saat menyampaikan sosialisasi empat pilar   di Universitas Islam As-Syafi'iyah, Bekasi, Senin (21/9). (Republika/Rakhmawaty La’lang)
Wakil Ketua MPR Mahyudin saat menyampaikan sosialisasi empat pilar di Universitas Islam As-Syafi'iyah, Bekasi, Senin (21/9). (Republika/Rakhmawaty La’lang)

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Wakil Ketua MPR, Mahyudin mengatakan saat ini Presiden Joko Widodo butuh dukungan dari semua pihak, untuk memperkuat kondisi perekonomian Indonesia yang melemah sejak beberapa waktu terakhir. Mahyudin pun tak habis pikir dengan adanya pihak-pihak yang mengganggu kerja Presiden Jokowi.

"Belum bergerak banyak Presiden sudah dibully habis habisan. Jangan digangguin dulu dong biarkan Presiden melakukan upaya-upayanya. Kita rakyat harus memperkuat Presiden kita dengan full dukungan. Kalau Presiden terus diganggu, beliau tidak kuat dan bingung negara ini akan tidak kuat juga," katanya di Banjarmasin, Senin ( 28/9 ).

Mahyudin mencontohkan, rakyat Singapura yang mendukung penuh rezim pemerintahan sekarang yang dilihat otoriter dengan berbagai peraturan dan sanksi yang sangat banyak dan ketat. Tapi rakyat mendukung pemerintah untuk terus mengantarkan rakyat Singapura sejahtera.

Pimpinan MPR RI termuda sepanjang sejarah MPR ini mengungkapkan, lemahnya mata uang Indonesia terhadap Dollar AS tidak bisa dipungkiri. Dalam perekonomian global, terjadi perlemahan mata uang beberapa negara termasuk mata uang Indonesia terhadap Dollar AS dan Rupiah mengalami perlemahan paling besar dari negara lain seperti Malaysia.

"Saya rasa tim ekonomi Presiden harus betul-betul mempelajari dan memiliki penciuman yang kuat tentang penyebab dollar menguat terus dan langkah-langkah apa yang harus dilakukan Presiden. Pelajari juga dengan baik paket-paket perekonomian Presiden," ujarnya.

Mahyudin melihat, faktor pelemahan Rupiah yang tidak bisa dibendung ini, disebabkan oleh keluarnya dana asing dari Indonesia. Dalam kurun waktu Januari 2015 sampai dengan September 2015 sekitar 1,6 milyar Dollar AS dana asing keluar dari Indonesia. Padahal sekitar 60-70 persen dana investasi yang ditanamkan di Indonesia adalah dana asing.

"Karena dana asing keluar maka otomatis indeks akan turun dan berakibat perlemahan nilai Rupiah. Ini harus hati-hati sebab BI sudah warning ada penurunan cadangan devisa kita, harus ada langkah cepat Presiden.  Presiden harus menangani hal ini yakni bagaimana mengembalikan dana yang keluar itu masuk lagi ke Indonesia," jelasnya.

Presiden, lanjut dia, harus melakukan langkah strategis jangka pendek dan panjang. Untuk jangka pendek, Presiden harus berupaya mengembalikan dana asing masuk ke Indonesia, jangka panjangnya realisasikan paket-paket perekonomian Presiden. 

''Tapi, kalau Rupiah sampai melemah terus, tim ekonomi Presiden harus dievaluasi kembali,'' tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement