REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan swasta proaktif ikut upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Salah satu langkah yang ditempuh adalah melalui bantuan pemeriksaan dan kesehatan gratis bagi masyarakat terkena dampak kabut asap di Provinsi Riau. Posko kesehatan dibuka mulai Senin (28/9) sampai dengan beberapa hari kedepan di Desa Kuala, Kabupaten Kampar, Riau.
Sinar Mas bersama pilar usahanya di bidang pulp & kertas, Asia Pulp & Paper (APP), Rumah Sakit Eka Hospital, PT Indah Kiat Pulp & Paper, serta PT Arara Abadi mendukung pemeriksaan dan pengobatan gratis bagi warga yang terkena bencana asap.
"Kami berharap program yang kami lakukan ini dapat membantu dan meringankan beban mereka yang terkena dampak dari kabut asap," ujar Direktur APP-Sinar Mas Suhendra Wiriadinata kepada wartawan.
Dukungan pencegahan serta pengendalian Karhutla yang dilakukan APP-Sinar Mas meliputi penyediaan tiga unit helikopter sebagai pemantauan dan pemadaman dengan water bombing, menerjunkan 2.700 personel pemadam kebakaran di Riau, Sumatra Selatan, Jambi, dan Kalimantan Barat, serta sejak tahun 2008 membentuk masyarakat peduli api (MPA).
Menurut Suhendra, MPA dilatih dan diberi insentif sebagai garda terdepan pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan, di mana sejumlah 2.500 relawan telah dibina dan tersebar di 159 desa. "Pencegahan dan penanggulangan kebakaran tidak hanya kami lakukan di areal konsesi kami, tetapi juga kami lakukan pemadaman sampai dengan radius 5 kilometer dari titik terluar areal konsesi," katanya.
Karhutla, kata dia, merupakan bencana tahunan yang tidak hanya merugikan negara dan masyarakat tetapi juga bagi pelaku usaha termasuk pemegang konsesi hutan tanaman industri (HTI) serta industri hilirnya. Kerugian tidak hanya dari sisi lingkungan dan kesehatan tetapi juga dari sisi ekonomi. Bagi pemegang konsesi hutan tanaman industri, diperkirakan kerugian investasi pembangunan HTI yang terbakar berkisar Rp 16 sampai Rp 20 juta per hektare.
"Juga kehilangan potensi pendapatan dari penjualan tanaman yang terbakar, terganggunya kegiatan operasional pengelolaan hutan dan pemanenan, dan sampai dengan terganggunya pasokan bahan baku kepada industri hilirnya."