Selasa 29 Sep 2015 13:34 WIB
Salim Kancil

PMII Gelar Shalat Gaib untuk Salim Kancil

Rep: Lintar Satria/ Red: Damanhuri Zuhri
Pegiat lingkungan yang tergabung dalam Tunggal Roso melakukan aksi solidaritas terhadap pembunuhan petani penolak tambang pasir Lumajang bernama Salim Kancil di depan Balaikota Malang, Jawa Timur, Senin (28/9).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Pegiat lingkungan yang tergabung dalam Tunggal Roso melakukan aksi solidaritas terhadap pembunuhan petani penolak tambang pasir Lumajang bernama Salim Kancil di depan Balaikota Malang, Jawa Timur, Senin (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Aksi solidaritas terhadap dua petani asal Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, yang dianiaya sekelompok preman karena menolak tambang pasir terus bergulir di Kota Malang. 

Kali ini, Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Malang menggelar shalat gaib dan istigoshah di depan Balai Kota Malang.

"Aksi kami kali ini sebagai aksi solidaritas pada saudara Salim Kancil yang dibunuh dengan cara tidak manusiawi, karena membela hak lingkungan," kata Muhammad Suri, koordinator aksi ini, Selasa (29/9).

Mahasiswa melakukan orasi secara bergantian di depan Balai Kota Malang. Para mahasiswa mengecam aksi brutal yang dilakukan sekelompok preman terhadap dua pejuang lingkungan di Lumajang, yakni, Salim alias Kancil dan Tosan.

Para mahasiswa juga melakukan aksi teatrikal dalam aksi itu. Aksi teatrikal itu menggambarkan peristiwa penganiayaan yang dilakukan sekelompok preman terhadap Salim dan Tosan.

Para mahasiswa juga memberikan pernyataan sikap terhadap peristiwa itu. PMII menyerukan stop pelanggaran hak asasi manusia.

Mereka menuntut kepolisian dan pemerintah untuk menuntaskan kasus penganiayaan terhadap petani di Lumajang sampai akar-akarnya. PMII juga menyerukan stop perusakan dan pencemaran lingkungan.

"Kami mendesak pemerintah dan polisi mengusut tuntas kasus itu hingga ke akar-akarnya. Hentikan pelanggaran hak asasi manusia," kata Suri.

Diberitakan sebelumnya, Salim (46) atau akrab dipanggil Salim Kancil, tewas dipukul dengan batu dan balok kayu,  disetrum dan digergaji. Saat sekitar puluhan orang preman datang menyerbu rumahnya, Salim sedang menggendong cucunya yang berusia 5 tahun. 

Mengetahui ada yang datang berbondong dan menunjukkan gelagat tidak baik Salim membawa cucunya masuk. Gerombolan tersebut langsung menangkap Salim dan mengikat dia dengan tali yang sudah disiapkan.

Para preman kemudian menyeret Salim dan membawa dia menuju Balai Desa Selok Awar-Awar yang berjarak 2 kilometer dari rumahnya. Sepanjang perjalanan menuju Balai Desa, gerombolan ini terus menghajar Salim dengan senjata-senjata yang mereka bawa, disaksikan warga yang ketakutan dengan aksi ini.

Di Balai Desa, tanpa mengindahkan bahwa masih ada banyak anak-anak yang sedang mengikuti pelajaran di PAUD, gerombolan ini menyeret Salim masuk dan terus menghajarnya.

Di Balai desa, gerombolan ini sudah menyiapkan alat setrum yang kemudian dipakai untuk menyetrum Salim berkali-kali. Tak berhenti sampai di situ, mereka juga membawa gergaji dan dipakai untuk menggorok leher Salim. Namun, upaya mereka seolah tidak melemahkan Salim.

Melihat kenyataan Salim masih sehat,  gerombolan tersebut kemudian membawa Salim yang masih dalam keadaan terikat melewati jalan kampung menuju arah makam yang lebih sepi.

Di tempat ini mereka kemudian mencoba lagi menyerang salim dengan berbagai senjata yang mereka bawa. Baru setelah gerombolan ini memakai batu untuk memukul, Salim ambruk ke tanah.

Kemudian para preman tersebut memukulkan batu berkali-kali ke kepala Salim. Di tempat inilah kemudian Salim meninggal dengan posisi tertelungkup dengan kayu dan batu berserakan di sekitarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement