REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- DPR RI mendesak Polda Jatim memberikan sanksi anak buahnya yang melakukan aksi pembiaran, sehingga terjadi aksi pengeroyokan yang menewaskan Salim Kancil.
Menurut anggota Komisi III DPR RI, Akbar Faisal,sejak tanggal 10 September, warga desa sebenarnya sudah melapor ke kepolisian . ''Bahwa warga sudah merasa terintimidasi oleh aktivitas penambangan liar,'' kata Akbar di Lumajang, Jumat (2/10).
Menurut dia, Kapolda Jawa Timur lantas mengakui bahwa ada anak buahnya yang tak melaksanakan tugas dengan baik. Aksi meresahkan kepala desa tersebut beserta para preman yang menamakan diri Tim 12--menurut Akbar, jumlahnya mencapai sekitar 60-an orang--terus mengintimidasi warga. Kepada Kapolda, Akbar menekankan agar aparat kepolisian yang lalai sebaiknya diberi sanksi sebagaimana mestinya.
"Yang membuat kasus ini istimewa, orang membela haknya tapi diperlakukan seperti itu justru oleh perangkat desanya. Dan dilakukan di Balai Desa. Orang dipukuli di depan rumahnya dan di depan istrinya, Pak Tosan itu. Dipukul, dianiaya dengan cara yang luar biasa tidak manusiawi."
Terkait penambangan liar, menurut Akbar Faizal, ada kongkalikong yang dilakukan oknum Kepala Desa. Perusahaan PT Indo Modern Mining Sejahtera sebelumnya melakukan penambangan pasir dengan izin yang bermasalah di wilayah Perum Perhutani dekat desa tersebut.
Kasus perusahaan ini lantas disidik Kejaksaan, namun hingga kini masih belum jelas ujungnya. Diduga, lantaran perusahaan itu mendapat masalah demikian, lokasi penambangan pun terbiarkan. Namun, justru muncul aktivitas penambangan liar yang didukung oleh Kepala Desa serta terkesan tak dipersoalkan oleh PT IMMS. Sehingga, eksploitasi pasir yang sudah mendapatkan protes tersebut terus aktif.
Penolakan yang keras pun mengemuka dari warga, termasuk Salim Kancil--yang akhirnya dibunuh--dan Tosan. "Jadi sebenarnya, tambang ini dimiliki oleh PT IMMS (Indo Modern Mining Sejahtera), investor yang akan melakukan penambangan pasir besi di sana tahun 2014. Izin sudah diberikan, sudah dikantongi, tapi ternyata tak ada realisasi," jelas Akbar Faizal.
"Justru kepala desanya yang memanfaatkan itu (lokasi penambangan). Masalahnya adalah, operasi penambangan pasir oleh kepala desa ini ternyata mengganggu hak Salim Kancil berupa sawahnya (karena lokasi penambangan) itu kan di pinggir pantai ya, maka menggenangi sawahnya dia. Kemudian dia difasilitasi sebuah LSM (Jaringan Advokasi Tambang)untuk membela haknya," tutur Akbar Faizal.