REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan calon tunggal dalam pilkada serentak perlu diikuti dengan perbaikan partai politik dalam melakukan kaderisasi, kata pengamat politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Abdul Ghafar Karim.
"Memang perlu kami sambut baik (keputusan MK), tapi perlu ada evaluasi atau perbaikan terhadap kaderisasi parpol sehingga tetap bisa mensuplai calon yang memadai pada Pilkada berikutnya," kata Abdul Ghafar di Yogyakarta, Ahad (4/10).
Menurut dia, penundaan Pilkada seperti di Tasikmalaya, Blitar, dan Timor Tengah Utara karena hanya memiliki calon tunggal, tidak lain merupakan akibat masih minimnya kemampuan dan kemauan parpol dalam melakukan kaderisasi.
"Ketersediaan calon yang memadai untuk pilkada merupakan indikasi bahwa parpol masih lemah dalam melakukan kaderisasi," kata dia.
Oleh sebab itu, untuk pelaksanaan pilkada serentak gelombang berikutnya yang akan dilaksanakan pada 2017, menurut dia, diharapkan tetap dapat menghadirkan calon yang memadai meski putusan MK telah membolehkan calon tunggal.
Sementara itu, dia menilai, putusan MK yang mengabulkan permohonan uji materi soal calon tunggal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota itu cukup demokratis.
Pilkada yang mengakomodasi calon tunggal, kata Ghafar justru telah sesuai dengan adat atau kearifan lokal yang telah diterapkan di Indonesia sejak lama khususnya dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa yang memungkinkan calon tunggal melawan bumbung atau kotak kosong.
"Apalagi selama ini kepala desa di banyak daerah yang dipilih dengan disandingkan dengan bumbung kosong tetap memiliki legitimasi dan berjalan lancar, tidak ada masalah," kata dia.