REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan enggan menjawab perihal warisan batik yang disarankan untuk menggantikan kretek dalam RUU kebudayaan. Menurutnya hal ini masih menjadi pembahasan internal di DPR.
"Kami belum bisa menjawab, kan belum dibahas dan masih di internal DPR," jelasnya di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Selasa (6/10).
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, warisan nenek moyang berupa kain batik lebih pantas masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebudayaan daripada kretek. Karena, batik merupakan salah satu kebudayaan nasional yang telah diakui dunia.
"Batik lebih pantas masuk dalam RUU Kebudayaan yang sedang dibahas DPR daripada kretek," katanya, Senin, (5/10).
Batik, terang Kharis, merupakan warisan dari nenek moyang yang bernilai positif dan harus dilestarikan. Batik juga harus dipromosikan agar dipakai oleh seluruh rakyat Indonesia.
Batik sebagai khazanah budaya bangsa harus diperkenalkan ke dunia international. Makanya, masyarakat harus bangga dengan batik dalam negeri dengan bangga memakainya.
Oleh karena itu, ujar dia, sebaiknya batik dimasukkan ke dalam RUU Kebudayaan untuk menggantikan kretek. Batik lebih pantas untuk dilestarikan dan dijaga sebagai budaya bangsa. Pendapat berbeda dilontarkan oleh anggota MPR dari Partai Golkar, Zulfadli. Dia mengatakan bahwa kretek sama dengan batik dan keris yang perlu dilindungi dalam undang-undang.
"Budaya asli Indonesia. Dalam budaya kretek ini ada unsur melinting, meramu, dan mencampur tembakau dengan rempah-rempah. Budaya ini harus kita lestarikan jangan sampai punah," katanya.
Ia mengatakan, RUU tentang Kebudayaan telah diharmonisasikan dengan Baleg. Dalam rancangan undang-undang itu mengatur pasal mengenai kretek, dan tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.