REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai keberadaan lembaga anti-korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu dievaluasi dalam jangka waktu tertentu. Ia pun juga menilai pembatasan usia KPK sebaiknya tidak ditentukan.
"Inikan begini, UU KPK kan sejak dulu awalnya itu kan memang bersifat ad hoc. Pada waktu itu artinya kan dalam jangka waktu tertentu dievaluasi. Ya mungkin jangan ditentukan umurnya 12 tahun," kata Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (9/10).
Ia mengatakan, evaluasi dapat dilakukan tiap beberapa tahun sekali. Selain itu, Kalla juga menyampaikan lembaga KPK masih akan tetap diperlukan jika korupsi masih terjadi.
"Ya dievaluasi dari waktu ke waktu saja, katakanlah tiap 10 tahun dievaluasi. Bahwa jangan-jangan 12 tahun yang akan datang itu korupsi tidak berhenti, ya tetap jalan. Tapi kalau sudah menurun otomatis kan kembali ke normal," kata dia.
Terkait dengan sikap pemerintah terhadap revisi UU KPK ini, Kalla mengatakan wacana ini berasal dari DPR. Ia juga tak membantah draft revisi UU tersebut mulanya diusulkan pemerintah, namun kemudian draft tersebut diambil alih oleh DPR.
"Saya kira itu pemerintah secara formal tentu ini kan usulan DPR. Nantilah kalau bergulir di DPR baru pemerintah untuk turut campur. Sekarang belum," kata Kalla.
Enam fraksi di DPR mengusulkan revisi UU KPK. Keenamnya adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, dan Fraksi PPP. Beberapa pasal yang mereka usulkan untuk diubah, antara lain:
Pasal 5 penambahan:
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan;
Pasal 13 ayat c:
Dalam hal KPK melakukan penyidikan menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp50 miliar dalam hal KPK telah melakukan penyidikan dimana ditemukan kerugian negara dengan nilai dibawah Rp50 miliar maka wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepolisian dan kejaksaan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan komisi pemberantasan korupsi;
Pasal 14 ayat a:
KPK melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari ketua pengadilan negeri.