Ahad 11 Oct 2015 18:39 WIB

Anak Korban dan Tersangka Kasus Salim Kancil Alami Trauma

Rep: c14/ Red: Andi Nur Aminah
Aktivis melakukan teatrikal saat menggelar Aksi Solidaritas untuk Salim Kancil dan Tosan di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (1/10).
Foto: Antara/Reno Esnir
Aktivis melakukan teatrikal saat menggelar Aksi Solidaritas untuk Salim Kancil dan Tosan di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pembunuhan terhadap Salim Kancil di Lumajang, Jawa Timur, ikut menyisakan trauma bagi anak-anak di desa lokasi kejadian. Terlebih pada anak-anak korban sendiri, yakni Salim Kancil dan rekannya, Tosan. Bahkan, rasa trauma juga dialami anak-anak tersangka. Mereka kebanyakan masih enggan masuk sekolah lantaran takut diejek sesama kawan.

Menurut Sekjen Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda, sejak mendatangi lokasi hingga kini, pihaknya terus konsen pada penanganan trauma anak-anak. Apalagi, kejadian naas yang menimpa aktivis antipenambangan liar Salim Kancil dilakukan di depan anak-anak almarhum sendiri. Tidak sedikit pula anak-anak lainnya yang ikut menyaksikan.

"Tidak hanya anak-anak Salim dan Tosan, tapi anak-anak yang lain juga. Siapapun dia, walaupun dia anak-anak tersangka, korban, dan sebagainya. Tindakan kita sama. Mereka mendapat perlakuan yang sama," jelas Erlinda saat dihubungi, Ahad (11/10).

Terkait penanganan trauma, dia melanjutkan, KPAI telah berkoordinasi dengan pemerintah Kabupaten Lumajang dan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) setempat sebagai perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA), serta Dinas Sosial setempat.

Tindakan utamanya ialah melakukan pendampingan sekaligus rehabilitasi terhadap anak-anak yang mengalami trauma. Tujuannya, agar anak-anak pulih dari kesedihan serta jauh dari kesedihan.

"Kita sudah memberikan surat kepada Presiden, menteri, dan segenap yang terkait, meminta pengungkapan kasus Salim Kancil ini bisa tuntas. Termasuk kita minta kepada Kapolri untuk tegas, siapapun mereka (yang terlibat)," ujar dia.

Tidak kalah penting juga, tegas Erlinda, yakni menghindarkan anak-anak dari kemungkinan mendendam, bilamana anak korban berkomunikasi dengan anak tersangka.

Erlinda memandang, mereka semua perlu mendapatkan terapi perilaku sehingga mereka dikondisikan tak menaruh sikap dendam sedikitpun. Alih-alih demikian, yang muncul ialah pemahaman bahwa kejadian naas ini duka bersama.

"Yang paling utama adalah, mereka mendapatkan pendampingan seusai dengan kebutuhan dan tuntas sehingga tak ada lagi trauma dan khususnya dendam itu (supaya tak dirasakan)," jelas dia.

Terhadap guru-guru tempat anak-anak itu belajar, KPAI juga sudah berkoordinasi lebih lanjut. Erlinda mengungkapkan, anak-anak Salim Kancil dan Tosan, serta anak-anak pelaku hingga kini diperbolehkan tak masuk sekolah.

Kegiatan belajar mereka, Erlinda mengatakan, baru akan dimulai ketika hasil assessment dari pihak trauma healing sudah ada. Karena, kalau tanpa hasil itu, ia mengatakan, KPAI tidak bisa mengambil langkah lebih jauh karena mereka juga punya trauma yang berbeda-beda.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement