Rabu 14 Oct 2015 15:30 WIB

Menristek Dikti Dukung Program Bela Negara

Rep: C07/ Red: Winda Destiana Putri
Menristekdikti Mohammad Nasir (kiri) berbincang bersama Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik (kanan) jelang penandatanganan nota kesepahaman (Mou) di kantor KPU, Jakarta, Kamis (30/7).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menristekdikti Mohammad Nasir (kiri) berbincang bersama Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik (kanan) jelang penandatanganan nota kesepahaman (Mou) di kantor KPU, Jakarta, Kamis (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir ikut mendukung terkait rencana program bela negara yang tengah digadang-gadang oleh Kementerian Pertahanan.

"Kami sudah bicara dengan pak menhan untuk ikut membantu memasukkan kurikulum wawansan kebangsaan dan bela negara  untuk mahasiswa," ujar Nasir saat melakukan kunjungan ke Universitas Hasanuddin, Selasa (13/10).

Selain itu, sambung Nasir, dirinya juga sudah mencoba koordinasi dengan Pangdam VII Wirabuana, Mayjen TNI Bachtiar dan untuk turut serta menjelaskan terkait wasasan kebangsaan dam bela negara kepada para mahasiswa. Salah satu universitas yang sudah mulai melakukan koordinasi terkait kurikulum tersebut adalah Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara.

Menurut Nasir, ke depannya, diharapkan pada tahun 2020, para mahasiswa sudah memiliki kualitas wawasan kebangsaan dan nasionalisme bela negara yang kuat.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menargetkan terbentuk 100 juta kader bela negara hingga 10 tahun ke depan. Pembentukan kader bela negara tersebut bertujuan untuk menciptakan Indonesia yang kuat.

Pasalnya, kekuatan sebuah negara itu tidak hanya bermodalkan alutsista semata, melainkan juga rasa nasionalisme rakyat. Untuk tahap awal, pihaknya akan mengkader 4.500 pembina bela negara di 45 kabupateb/kota, untuk seterusnya akan mendidik masyarakat ikut program bela negara,

"Bela negara itu membentuk disiplin pribadi, nanti bisa membentuk displin kelompok dan membentuk disiplin nasional. Hanya negara yang disiplin akan menjadi negara yang besar," kata Ryamizard dalan konferensi pers 'Program Pelatihan Bela Negara' di kantornya, Senin (12/10).

Menurut dia, setiap warga memiliki hak dan kewajiban selama hidup di Indonesia. Selama ini, ia melihat, banyak orang hanya menuntut haknya saja, sementara kewajiban tidak pernah ditunaikan. Karena itu, dengan ikut pelatihan bela negara maka hal itu termasuk sebagai pemenuhan kewajiban terhadap negara.

"Kader bela negara bukan wajib militer, namun sebagai hak dan kewajiban yang perlu disiapkan," ujar mantan kepala staf Angkatan Darat (KSAD) tersebut.

Ryamizard menjelaskan, pelatihan bela negara bukan semata tanggung jawab Kemenhan. Seluruh elemen bangsa, kata dia, wajib terlibat untuk menyukseskan program bela negara demi terciptanya kedaulatan negara dalam mengantisipasi ancaman militer dan nirmiliter.

Direktur Bela Negara Ditjen Pothan Kemenhan Laksma M Faidal menyatakan, program bela negara tidak mencontoh Korea Selatan dan Singapura. "Kalau Korea Selatan dan Singapura itu wajib militer, kita wajib bela negara," katanya. Untuk tahap awal, pihaknya akan mencetak 4.500 pelatih program bela negara untuk kemudian mereka akan mendidik kader bela negara di seluruh Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement