REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menginjak satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, pembenahan soal reformasi sektor hukum dianggap masih belum memuaskan.
Menurut Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Miko Ginting, saat ini hukum belum sepenuhnya hadir untuk kepentingan publik. Miko menyebut, hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum menunjukan sikap memprioritaskan agenda reformasi hukum.
Hal ini dapat terlihat dari pemilihan pimpinan lembaga penegak hukum yang masih berbau kepentingan politis dan tidak mengedepankan aspek kompetensi. Selain itu, Presiden juga belum terlihat bersikap tegas dalam upaya memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait semangat pemberantasan korupsi.
Dalam konteks ini, hukum dilihat belum benar-benar bekerja untuk kepentingan publik. "Hukum yang hadir bagi publik belum ditunjukan oleh pemerintahan Joko Widodo," kata Peneliti Pusat Studi Hukum dan Keamanan (PSHK), Miko Ginting, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (19/10).
Miko pun menilai, dalam upaya reformasi hukum ini, Presiden Joko Widodo dianggap belum hadir sepenuhnya dan memberikan arahan yang jelas kepada para bawahan-bawahannya.
"Salah satu kritik yang cukup beralasan, Presiden Joko Widodo harus bisa hadir dalam agenda reformasi hukum dan memberikan prioritas. Presiden Joko Widodo mesti memberikan arahan yang jelas kira-kira sektor hukum yang dibenahi itu apa," tutur Miko.
Sementara terkait penguatan KPK dalam semangat pemberantasan korupsi, Miko menyebutkan, Presiden Joko Widodo belum menunjukan sikap dan keberpihakan yang jelas. Miko memberi contoh, hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum bersikap apapun dalam upaya kriminalisasi mantan pimpinan KPK, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad.
"Kemudian, Presiden Joko Widodo juga pernah tidak secara tegas mengevaluasi tindakan Kepolisian yang dianggap melakukan kriminalisasi terhadap KPK," ujar Miko.