REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Tersangka penelantaran dan pembunuhan anak, Margriet Christina Megawe menghadiri sidang perdananya di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (22/10). Usai jaksa penuntut umum membacakan sederet surat dakwaan, Margriet membantah segala tuduhan.
“Saya tak pernah membunuh anak saya yang saya cintai, saya besarkan dari bayi dengan penuh kasih sayang sampai hampir delapan tahun,” kata Margriet di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (22/10).
Margriet mengatakan tak mengerti dengan isi surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum tentangnya. Dia juga tak dapat menerima jika disebut pembunuh anak angkatnya.
Kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompoel dalam keberatannya mengatakan penyidik sengaja lepas tangan dan melimpahkan kasus ini ke Pengadilan Negeri karena takut akan maraknya tekanan publik. Sejak awal Hotma menilai telah ada upaya sistematis yang diciptakan untuk menutupi fakta sebenarnya supaya kesalahan bisa diarahkan kepada Margriet sementara pelaku sebenarnya bisa lepas begitu saja.
Faktanya, kata Hotma, terdakwa tak pernah membunuh Engeline. Dalam kasus pembunuhan, penyidik dan polisi harusnya menggali motivasi terlebih dulu.
“Singkatnya, tak ada namanya pembunuhan berencana tanpa ada motivasi kecuali pembunuhan itu dilakukan oleh orang gila. Sekarang motifnya apa? Kok berkas tersangka sudah dinyatakan lengkap tanpa adanya uraian motivasi oleh terdakwa. Ini kesannya dipaksakan,” ujar Hotma.
Sidang perdana kasus penelantaran anak dan pembunuhan yang menyeret Margriet sebagai tersangka dipimpin oleh Hakim Sidang, Edward Harris Sinaga. Hakim anggotanya adalah I Wayan Sukanila dan Agus Waluyo Tjahyono.
Sidang kasus pembunuhan yang menyeret nama Agus digelar di ruangan berbeda pada waktu bersamaan oleh majelis yang diketuai I Ketut Wanugraha. Hakim anggotanya adalah Made Sukereni dan Achmad Peten Sili.
Kasus ini dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Denpasar. Pasal yang disangkakan terhadap Margriet adalah pasal 340 tentang pembunuhan berencana, pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, serta pasal penelantaran, eksploitasi, dan diskriminasi anak.