REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi menduga, ada anggota DPR lainnya yang terlibat dalam kasus yang menjerat Dewie Yasin Limpo (DWL). Ia dicokok dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh penyidik KPK di Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (20/10).
Tetapi, Plt Pimpinan KPK, Johan Budi mengaku penyidik belum informasi lebih dalam mengenai pihak lain yang terlibat. "Tapi, bisa saja ini secara pribadi, lobi-lobi kan bisa," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (22/10).
Johan pun menegaskan, KPK akan mengembangkan kasus yang menjerat anggota Komisi Energi DPR itu. Johan mengatakan pemberian uang kepada Dewie oleh dua pengusaha diduga terkait dengan pembahasan anggaran 2016.
"Ini terkait dengan proyek pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua," ujar Johan. Menurut Johan, anggaran untuk proyek tersebut senilai ratusan miliar rupiah.
KPK menetapkan DYL sebagai tersangka penerima suap. Johan mengatakan politikus Hanura itu diduga menerima besel terkait dengan proyek pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro yang anggarannya dibahas di DPR. Dalam suap tersebut, Dewie menerima uang sebesar 177.700 dolar singapur (Rp 1,7 miliar).
Selain DYL KPK juga menetapkan empat tersangka lain. Mereka adalah sekretaris pribadi DYL, yakni Rinelda Bandaso, dan staf ahli DYL bernama Bambang Wahyu Hadi. DYL beserta anak buahnya dijerat sebagai penerima sehingga dianggap melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dua tersangka lain adalah Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai Iranius dan seorang pengusaha, Septiadi. Keduanya merupakan pemberi suap sehingga dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.