REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi I DPR meminta Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk membuat sebuah undang-undang (UU) sebagai dasar pelaksanaan program bela negara. Nyatanya, Menhan Ryamizard Ryacudu tidak ambil pusing dengan saran DPR, dengan meresmikan program bela negara yang diikuti 100 orang di Badiklat Kemenhan, Jakarta Pusat pada Kamis (22/10).
Kepala Badiklat Kemenhan Mayjen Hartind Asrin mengatakan, pelaksanaan program bela negara tidak perlu sebuah UU khusus. "Bela negara ini sifatnya sukarela, bukan wajib, jadi tidak perlu undang-undang," ujar Hartind di Jakarta.
Menurut Hartind, program bela negara sebenarnya sudah berjalan 12 tahun lebih. Namun, baru belakangan ini ada pihak-pihak yang meributkannya. Dia menegaskan, program itu sangat bagus untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta terhadap Tanah Air. "Para peserta nanti diberikan materi sejarah perjuangan bangsa, di mana 70 persen berupa diskusi dan 30 persen latihan fisik.
Dirjen Potensi Pertahanan Kemenhan Timbul Siahaan mengatakan, kurikulum yang akan diberikan yakni 70 persen pengetahuan kebangsaan yang akan membangun karakter setiap orang untuk mencintai bangsa dan negaranya. Sementara 30 persen berupa olah fisik lebih kepada membangun leadership.
"Jadi wawasan mereka kita bangun. Memberikan pengetahuan dan tumbuh kembangkan dalam diri supaya keluar karakternya dan membangkitkan karater dari dalam jiwa dan bangsa," katanya.