Senin 02 Nov 2015 14:19 WIB

Sultan HB X: Upah DIY Gunakan UMK, Bukan UMP

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Nur Aini
Sri Sultan Hamengku Buwono X
Foto: Republika/Amin Madani
Sri Sultan Hamengku Buwono X

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA –- Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan untuk ketentuan upah buruh, DIY tidak menggunakan Upah Minimum Provinsi (UMP), melainkan Upah Minimum Kabupaten (UMK). Karena, selama ini penentuan upah minimum di DIY sudah dilakukan kabupaten/kota.

‘’Hal ini sesuai dengan kondisi riil yang ada di kabupaten/kota. Kalau menggunakan UMP nanti yang diambil kan UMK yang terkecil sehingga buruh akan merasa dirugikan,’’ Sultan HB X di Kepatihan Yogyakarta, Senin  (2/11).

Sultan mengaku telah menandatangani UMK Jum’at pekan lalu (30/10). ‘’Apa gunanya UMP kalau sudah ada UMK. Ya sudah Gubernur sudah menandatangani UMK,’’kata Sultan ketika ditanya wartawan kenapa Gubernur DIY tidak menetapkan UMP. Menurutnya, dalam penetapan  UMK DIY sudah menggunakan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.  

Ia mengungkapkan UMK di DIY sudah disepakati SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) dan perusahaan. Sehingga, Sultan menilai tidak mungkin bila ada buruh mogok kerja karena SPSI sudah menandatangani kesepakatan UMK tersebut.

Menurut Sultan, UMK yang dia tandatangani ada sedikit perubahan dari yang diusulkan kabupaten/kota, terutama untuk Kabupaten Gunungkidul yang mengalami kenaikan. ‘’Tetapi saya lupa, tanya Pak Sulis (Pelaksana Tugas Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY Sulistyo),’’ujarnya. Alasan kenaikan UMK Kabupaten Gunungkidul hanya supaya tidak ada pecahan.

Sementara itu di tempat terpisah Plt Kepala Disnakertrans DIY  Sulistyo mengatakan UMK kota Yogyakarta 2016 sebesar Rp 1.452.400, Sleman Rp 1.338.000, Kabupaten Bantul Rp 1.297.700 , Kabupaten Kulo Progo Rp 1.268.870,  dan Kabupaten Gunung Kidul Rp 1.235.700. Rata-rata kenaikan UMK tersebut sekitar 11,5 persen.

Menurut Sulistyo,  Provinsi Jawa Tengah juga hanya menggunakan UMK karena kalau menggunakan UMP disparitasnya tinggi.  Ia menilai perhitungan tersebut lebih tinggi daripada menggunakan KHL (Kebutuhan Hidup Layak) dengan 60 item.

‘’UMK itu merupakan upah minimum bagi buruh yang bekerjanya masih kurang dari satu tahun. Sehingga perusahaan harus menyusun skala pengupahan dan struktur upah misalnya berapa upah yang bekerjanya satu tahun bekerja, dua tahun bekerja, dan sebagainya,’’ungkap dia.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement