REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI), Agung Suprio mengatakan, adanya Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) menunjukkan kalau proses Demokrasi di Era Pemerintahan Jokowi mundur ke belakang.
"Saya kira dengan adanya surat edaran ini menunjukkan demokrasi mundur ke belakang. Sebab surat edaran ini mengekang kebebasan berbicara," katanya, Selasa, (3/11).
Sebetulnya, setiap ekspresi atau kritik yang dilontarkan masyarakat terhadap kinerja pemerintah tidak bisa dihadapi dengan cara represif. Meski kritik yang dilontarkan itu membuat orang lain jadi tak suka kepada pemerintah.
"Kritik yang dilontarkan itu tujuannya baik, memperbaiki, dan mempercepat kinerja pemerintah. Pengkritik seharusnya tak bisa ditangkap dengan SE Kapolri Ujaran Kebencian, karena kalau ini dilakukan maka sama saja membungkam rakyat dan membunuh demokrasi itu sendiri," katanya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengeluarkan surat edaran bernomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau hate speech pada 8 Oktober 2015. Surat ini bertujuan untuk menindak netizen yang mengutarakan kebencian hingga berpotensi menimbulkan konflik sosial.