REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Wakil Presiden India, Hamid Anshari tengah dalam lawatan ke Pulau Dewata sejak Selasa (3/11).
Rencananya, Anshari akan bertolak ke Brunei Darussalaman Rabu (4/11) petang, namun tertunda akibat ditutupnya Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai akibat erupsi anak Gunung Rinjani, Gunung Barujari.
"Penerbangan Wakil Presiden ke Brunei ditunda. Otoritas bandara di Bali, kementerian dan departemen terkait mengambil keputusan menutup seluruh penerbangan dari dan ke Bali hingga Kamis (5/11) pagi," tulis Kantor Sekretariat Wakil Presiden India, seperti dilansir dari Zee News, Rabu (4/11).
Rombongan wakil presiden tetap stand by dan mengusahakan penerbangan pertama begitu Bandara Ngurah Rai resmi dibuka esok hari.
Tak hanya penerbangan wakil presiden, pihak berwenang di Bali juga menunda rencana pendeportasian seorang buronan kelas kakap asal India bernama Ranjedra Sadashiv Nikalje alias Chhota Rajan alias Kumar Mohan yang sebelumnya bersembunyi di Australia selama tujuh tahun.
Rajendra tertangkap di Bandara Ngurah Rai 25 Oktober lalu setelah mendarat dari penerbangan Australia dan berencana berada di Bali selama setengah bulan.
Kepala Bidang Humas Polda Bali, Kombes Pol Hery Wiyanto mengatakan Chotta seharusnya diberangkatkan dengan pesawat pribadi dari India, namun pesawat tersebut tak kunjung mendarat di Bali hingga saat ini. "Deportasi ini akan dilakukan jika bandara beroperasi normal seperti biasa," ujarnya.
Pihak bewenang di India, dilansir dari the Hindu, telah menyiapkan satu unit pesawat pribadi. Central Bureau of Investigation (CBI) India telah memesan 10-12 kursi untuk tim perwira kepolisian dari Mumbai dan New Delhi, serta anggota CBI yang akan terbang ke Bali.
"Pertama-tama dia akan dibawa ke Delhi, transit sementara sebelum diterbangkan ke Mumbai sore harinya," kata pejabat berwenang di India.
Rajendra terlibat setidaknya dalam 25 kasus pembunuhan dan pengeboman di negaranya. Salah satu gangster India paling dicari ini awalnya tidak mengaku saat ditanya identitas aslinya.
Rajendra selalu mengatakan bahwa dia adalah Kumar Mohan, seperti yang tertulis di paspornya. Selain terlibat kasus pembunuhan, yang bersangkutan ternyata juga tersangkut hukum karena kepemilikan senjata ilegal.
Interpol Australia mengetahui bahwa Rajendra telah menyadari identitasnya terbuka, sehingga memutuskan kabur ke Bali. Interpol Australia kemudian mengeluarkan red notice bernomor A-360/7-1995 untuk penangkapannya.