REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi mengaku kekuasaannya akan di atas presiden jika partainya menang pemilu Myanmar yang akan diadakan pada Ahad (8/11) besok.
Partai Suu Kyi yaitu Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) adalah pelopor dalam pemilihan umum pertama Myanmar sejak pemerintahan semi-sipil mengambil alih kekuasaan pada tahun 2011 setelah selama negara ini hampir 50 tahun dikendalikan kediktatoran militer.
"Jika kami menang dan NLD membentuk pemerintahan, saya akan berada di atas presiden. Ini adalah pesan yang sangat sederhana," kata Suu Kyi kepada wartawan di rumahnya di Yangon, Kamis (5/11).
Padahal, berdasarkan konstitusi yang disusun pada 2008, Suu Kyi dilarang menjadi presiden. Ketika ditanya apakah hal ini melanggar konstitusi, Suu Kyi menjawab bahwa konstitusi tidak mengatakan apapun tentang seseorang berada di atas presiden.
Konstusi Myanmar mengatakan, seperempat dari total kursi parlemen untuk militer dan calon presiden dengan pasangan asing atau anak-anaknya. Sementara Suu Kyi memiliki dua putra dengan latar pendidikan Inggris. ‘’NLD sudah memilih seseorang yang siap untuk menjadi presiden,’’ ujarnya.
Tapi sayangnya dia tidak mengatakan siapa orang itu. Menurut spekulasi media Myanmar, kemungkinan yang menjadi calon orang nomor satu Myanmar termasuk pembicara dari majelis rendah, senior partai NLD yang menjadi patron, bahkan dokter pribadi Suu Kyi.
Suu Kyi mengatakan laporan penipuan, intimidasi, dan penyimpangan telah merusak suasana menjelang pemungutan suara. Padahal, kata dia, masyarakat berharap pemilu kali ini adalah pemungutan suara kredibel pertama Myanmar sejak tahun 1990.
NLD sebenarnya menang besar namun militer menganulir hasilnya dan terus menahan Suu Kyi atau tahanan rumah selama 20 tahun. Pemantau pemilu internasional mengatakan, pihaknya masih negosiasi akses untuk mengamati pemungutan suara di instalasi militer.