REPUBLIKA.CO.ID, DAKAR -- Ribuan perempuan pelajar di Sierra Leone dipaksa menjalani uji kehamilan umum karena pemerintah melarang pelajar hamil bersekolah, Jumat (6/11).
Menurut Amnesty International, pelajar hamil dilarang sekolah di sekolah umum dan mengikuti ujian. Kelompok itu menilai uji kehamilan tersebut memalukan dan merendahkan.
Para pelajar menjalani pemeriksaan payudara dan perut oleh guru dan perawat di depan teman mereka dan dipaksa mengikuti uji air seni yang mengakibatkan pelajar perempuan enggan bersekolah, baik hamil maupun tidak.
Pelarangan pelajar hamil bersekolah secara tidak resmi berlaku sudah satu dasawarsa, tapi kemudian dinyatakan sebagai kebijakan pemerintah pada April, ketika sekolah kembali dibuka setelah wabah ebola.
"Perlakuan memalukan dan merendahkan ini telah menyebabkan perempuan menempuh bahaya kesehatan untuk dapat mengikuti ujian, seperti mengikat perut dan dada mereka," kata peneliti Amnesty International Afrika Barat Sabrina Mahtani.
"Perempuan remaja hamil disalahkan dan dipermalukan saat Sierra Leone bergerak maju dari krisis ebola yang menghancurkan, sangat penting remaja perempuan ini tidak ditinggalkan," kata Mahtani.
Kekerasan seksual dan hubungan yang penuh kekerasan marak terjadi di Sierra Leone selama wabah ebola, dan memicu lonjakan kehamilan remaja.
Wabah itu menghalangi akses ke layanan termasuk aborsi, kontrasepsi darurat dan konseling paska pemerkosaan, sedangkan penutupan sekolah selama hampir satu tahun menyebabkan banyak remaja perempuan rentan terhadap kekerasan.
"Itu tidak benar. Selama ebola, orang tua mereka tidak punya uang sehingga banyak gadis harus melayani pria," kata seorang gadis.