REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musyawarah Nasional (Munas) ke-IV Hidayatullah yang diadakan di Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur (kaltim) menyoroti persoalan pendidikan Islam di Tanah Air teruatama di daerah pelosok dan perbatasan. Kepala Biro Humas Hidayatullah Mahladi mengatakan hampir semua cabang Hidayatullah mengusulkan penyeragaman kurikulum di sekolah-sekolah yang dikelola oleh Hidayatullah.
"Hampir semua wilayah di Hidayatullah memiliki sekolah terutama tingkat dasar dan pra sekolah. Mereka meminta agar ada penyeragaman kurikulum," kata Mahladi saat dihubungi Republika.co.id, Senin (9/11).
Mahladi mengatakan Hidayatullah sendiri saat ini sudah berupaya menjangkau pendidikan Islam hingga ke daerah pelosok termasuk perbatasan di Kalimantan dan Papua. Ia mengaku luasnya cakupan dan terbatasnya sumber daya manusia menjadi salah satu penyebab sulitnya penyeragaman pendidikan Islam termasuk kurikulum dan materi yang diajarkan terutama di wilayah perbatasan.
Dalam hal tenaga pengajar, Mahladi memaparkan jumlah guru yang berasal dari daerah setempat masih sangat kurang dan terbatas. Sementara, para guru yang dari luar daerah perbataan enggan ditugaskan untuk mengajar ke daerah perbatasan.
Sementara ini untuk daerah perbatasan Hidayatullah telah berupaya mengirimkan kader-kader yang sebelumnya telah dikuliahkan dan dikirim ke daerah-daerah pelosok. Namun, Mahladi mengakui jumlah lulusan setiap tahun terbatas hanya 70 lulusan setiap tahunnya. "Jumlah itu kurang sekali untuk mencakup wilayah perbatasan yang begitu luas. Tidak mungkin ditangani hanya dengan kader-kader Hidayatullah saja," ujarnya.
Untuk itu, Hidayatullah mengimbau pemerintah agar memperhatikan masalah sumber daya manusia di sana dengan mengirimkan guru-guru profesional ke dareah perbatasan. Namun tentu saja dengan jaminan hidup yang memadai. Sehingga, kaum profesional mau mengabdikan diri mengajar di daerah perbatasan.