REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) Suwarjono mengatakan, ancaman pembunuhan terhadap tiga jurnalis di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, karena aktivitas peliputan mereka soal tambang pasir merupakan teror yang sangat serius.
"Teror ini sangat serius, karena teror ini juga pernah dilakukan kepada para aktivis tambang di sana dan akhirnya benar menjadi korban salah satunya Salim Kancil," ujar Suwarjono di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jalan Diponegoro 74, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/11).
Berdasarkan catatan Kontras, peristiwa teror dan ancaman pertama menimpa seorang aktivis anti tambang, Abdul Hamid pada Ahad (1/11) lalu. Saat itu, rumah milik Abdul Hamid dilempari batu oleh seorang warga yang merupakan adik dari tersangka kasus pembunuhan Salim Kancil. Tidak hanya itu, pelaku juga senpat melontarkan ancaman pembunuhan terhadap korban di depan rumahnya.
Setelah itu, tiga jurnalis di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, menerima ancaman pembunuhan kerena aktivitas peliputan mereka soal tambang pasir. Ancaman melalui pesan singkat itu dikirimkan seorang pelaku bisnis tambang pasir yang diduga merasa terganggu usahanya karena ekspos yang dilakukan media massa.
Ketiga jurnalis yang menerima pesan ancaman pembunuhan masing-masing adalah Wawan Sugiarto alias Iwan (TV One), Abdul Rachman (Kompas TV), dan Achmad Arief (JTV). Kepada Republika, Iwan menceritakan kronologi pengancaman yang dialami dia dan kedua rekannya.
Kedua peristiwa tersebut, tidak hanya bertentamgan dengan Pasal 5. (a) UU 13 tahun 2006 Perlindungan saksi dan korban dan upaya memberangus kebebasan pers yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) dan dijamin melalui pasal 4 (1) dan 8 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers, selain itu juga bertentangan dengn pasal 65 dan 70 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang secara jelas menjamin peran serta masyarakat dalam memperjuangkan lingkungan yang sehat dan baik, serta perwujudan dari serangan terhadap pembela HAM sebagaimana yang dijamin melalui pasal 100 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.