REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menjadi tumpuan utama dalam menghadapi karut marut regulasi industri telekomunikasi Indonesia.
Lantaran kondisi regulasi yang tumpang tindih telah mengakibatkan konsekuensi hukum bagi mantan Dirut IM2 Indar Atmanto yang sejak 23 September 2014 lalu mendekam di balik jeruji Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
“Saya berharap kasus ini bisa diselesaikan dimana semua pihak bisa happy. Kami yakin bahwa kasus ini sudah benar dan tidak ada yang dilanggar,” ujar Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dalam keterangan tertulisnya, selepas menjenguk Indar Atmanto, Senin (16/11).
Imam mencermati, kunci kasus penuntasan IM2 ini terletak di tangan Presiden Joko Widodo. Presiden bisa memerintahkan anak buahnya baik Jaksa Agung maupun menteri di bawah Menko Polhukam untuk duduk bersama melihat kasus IM2 ini secara jernih.
Bahkan Presiden, ujarnya, berhak memanggil kembali regulator di industri telekomunikasi untuk mendengarkan kembali kasus ini secara tuntas dan menyeluruh.
“Dengan demikian, para hakim di tingkat PK (peninjauan kembali) kedua nanti bisa memutus kasus ini secara jernih dan berkeadilan,” urai Imam.
Di sisi lain, lanjut Imam, Presiden juga harus bersikap tegas menetapkan siapa sebenarnya regulator di industri telekomunikasi, apakah BRTI bersama Kemenkominfo yang diberi amanah sesuai UU Telekomunikasi ataukah penegak hukum dalam hal ini pengadilan.
“Ini penting karena jangan sampai terjadi preseden hukum yang bisa merugikan semua pelaku di industri TIK. Kalau di negara lain, pelanggaran regulasi yang menentukan adalah regulator. Tapi di Indonesia fenomenanya berbeda. Ini sungguh luar biasa. Karena itu, Presiden harus turun tangan,” ujarnya.
Imam menuturkan bahwa kasus IM2 ini membuat semua pelaku industri TIK merasa kecewa dan terancam karena bisnis mereka sama dengan yang dilakukan IM2. Lantaran risikonya ratusan pebisnis bisa dipenjara.
BRTI pun akan fokus memperbaiki Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
Presiden Serikat Pekerja Indosat Azwani Dadeh juga tak bisa menutupi kekecewaannya atas ditolaknya PK Indar Atmanto.
“Kami sangat optimis beliau akan bebas. Tapi, ternyata kondisi berbicara lain. Kami sangat prihatin dan sangat kecewa,” ujarnya.