REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta mengevaluasi diri setelah kasus meninggalnya seorang dokter muda bernama Dionisius Giri Samudra alias Andra (24 tahun) di wilayah pedalaman Kepulauan Aru, Maluku Tenggara, Rabu (11/11) lalu. Jika tidak, maka di masa mendatang bukan tidak mungkin kasus serupa kembali terulang.
Sebelumnya, Andra menghembuskan napas terakhirnya akibat terinfeksi virus campak yang menyebar hingga ke otaknya. Sebelum dikabarkan meninggal dunia, dokter Andra menderita demam, mengalami gagal nafas, dan penurunan kesadaran ketika mendapat perawatan di RSU Cenderawasih, Dobo, Kepulauan Aru.
"Saya kira pemerintah harus melakukan upaya perbaikan lebih mendasar. Bukan hanya meningkatkan sarana prasarana, tetapi juga memaksimalkan para tenaga kesehatan ini," ujar anggota DPR Komisi IX, Ali Taher, kepada Republika, Senin (16/11).
Menurut Ali, kasus tersebut merupakan bukti adanya ketidaksiapan pemerintah yang tengah berupaya melakukan pemerataan kesehatan di masyarakat. Anggota DPR dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu berpendapat, kewajiban yang diemban para tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil tidak sebanding dengan pendapatan yang mereka peroleh.
Gaji sebesar 2,5 juta per bulan yang dikabarkan diterima Andra dianggapnya jauh dari kelayakan hidup seorang dokter. Apalagi dengan tingkat kesulitan yang sangat tinggi di Dobo, Kepualauan Aru, yang memiliki jarak tempuh selama 3,5 jam untuk mencapai Ambon, ibu kota Provinsi Maluku.
"Pemerintah harus melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap penempatan tenaga kesehatan di daerah-daerah ini. Jangan banyak menuntut, tetapi dari sisi hak para tenaga kesehatan itu tidak terpenuhi," kata Ali Taher.
Berkomentar tentang kematian Andra, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, membantah penyebab Andra meninggal di Pedalaman Aru, Maluku, adalah evakuasi yang terlambat. Dari laporan yang diterimanya, kata Nila, saat itu kondisi Andra memburuk sehingga dokter spesialis yang menanganinya tidak mengizinkan untuk diterbangkan.
Setiap tahun ada 6.500 dokter yang lulus dan disumpah menjadi dokter untuk melakukan magang. Program magang yang diikuti oleh ribuan dokter muda tersebut berlangsung selama satu tahun. Dalam satu tahun itu, mereka diminta magang di rumah sakit, minimal tipe C, selama delapan bulan, dan magang di Puskesmas selama empat bulan.
Dokter Andra memilih RSUD Cendrawasih, Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, sebagai tempat magangnya. Anak kedua dari tiga bersaudara ini mulai menjalani program magangnya sejak bulan Mei 2015 setelah lulus menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, awal 2015.
Sebelum Andra, seorang dokter muda lainnya, Dhanny Elya Tangke (27) juga mengalami kasus serupa. Lulusan Fakultas Kedokteran Uneversitas Hasanuddin itu menderita malaria saat bertugas sebagai dokter PTT di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Dhanny akhirnya meninggal dunia pada 13 Mei 2015 di RSUD Abepura Jayapura.