REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga berkontribusi dalam menyediakan lahan untuk implementasi program sejuta rumah di wilayahnya.
Dengan begitu, harga rumah untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Salatiga menjadi lebih murah.
"Sedang kita upayakan ke depan setiap kecamatan dibangun perumahan Korpri untuk PNS," kata Walikota Salatiga Yuliyanto pekan ini.
Adapun perumahan PNS yang telah dibangun di atas lahan pemkot Salatiga tersebut yaitu Perumahan Prajamukti di Kecamatan Sidomukti dan Perumahan Prajamulya di Kecamatan Argomulyo. Total unit yang dibangun sebanyak 745 unit rumah.
Minat PNS Kota Salatiga untuk memiliki rumah, lanjut dia, sangat tinggi. Itu tampak dari panjangnya daftar tunggu sebanyak 700 PNS yang menginginkan rumah.
Hal ini tidak mengherankan dikarenakan harga jual per unit untuk Perumahan Korpri di Salatiga sebesar Rp 83 juta dengan kualitas yang bagus. Sehingga banyak PNS yang tertarik untuk memilikinya.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) Maurin Sitorus mengapresiasi langkah Pemkot Salatiga. Ia mendorong agar langkah tersebut dapat diikuti daerah lainnya.
Maurin menerangkan, ketika seseorang telah memiliki rumah artinya dia memiliki sertifikat dan dapat diagunkan mendapatkan kredit produktif. Dengan demikian, memiliki rumah berarti dapat membantu meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat di kawasan tersebut.
"Selain membantu lahan, kita dorong agar Pemda juga turut mengawasi penyaluran dana KPR-FLPP agar tepat sasaran," katanya.
Bantuan pemerintah kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk perumahan dengan menggunakan KPR FLPP jika ditotal bisa mencapai Rp 76,2 juta per orang. Di mana dengan subsidi bunga hanya 5 persen, MBR menikmati Rp 250 ribu per bulannya yang diberikan oleh pemerintah. Dalam jangka waktu setahun akan menjadi Rp 3 juta dan dalam 20 tahun (sesuai dengan masa kredit FLPP) akan berjumlah Rp 60 juta per orang.
Ditambah dengan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (Ppn) 10 persen maka akan menjadi Rp 70 juta plus subsidi Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU) per orangnya Rp 6,2 juta.
"Maka total subsidi yang diterima MBR adalah Rp 76,2 juta per orang dalam waktu 20 tahun," tegasnya.
Jumlah tersebut tidaklah kecil makanya harus tepat sasaran. Pengawasan dan kerja sama dari semua pihak sangat dibutuhkan.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan ESDM Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Rani Siamsinarsi menyebut, tantangan terbesar di DIY saat ini adalah pada ketersediaan lahan dengan harga terjangkau.
"Pembangunan rumah untuk MBR harga tanahnya tidak boleh lebih dari Rp 250 ribu per meter persegi, sementara untuk mendapatkan tanah dengan harga itu di DIY semakin sulit," ujar Rani.
Rani menyadari kalau ke depan kebutuhan akan rumah subsidi semakin meningkat mengingat backlog di DIY sekitar 100 ribu rumah. Pada 2015, ada empat pengembang yang mendapatkan subsidi FLPP dan sebanyak 880 unit sudah terjual habis. Lokasi perumahan tersebar di Kulonprogo, Bantul dan Gunungkidul. Sedangkan rencana proyek 2016 sebanyak 900 unit dibangun oleh empat pengembang berlokasi di Gunungkidul dan Bantul.
Menyoal penyerapan KPR-FLPP, ia mengungkapkan daerah DIY mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dana FLPP dari 2010 sebesar Rp 797 juta untuk 25 unit rumah. Sedangkan 2011 sebesar Rp 11,1 miliar untuk 365 unit dan 2013 sebesar Rp 16,6 miliar untuk 347 unit.
"Untuk tahun 2014 mengalami penurunan menjadi Rp 4,2 miliar untuk 81 unit," kata dia. Sehingga total penyaluran dalam kurun waktu 2010-2014 sebesar Rp 39,7 untuk 1.010 unit.