REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- DPR RI memutuskan menunda waktu fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) hasil pilihan pansel bentukan pemerintah. Sempat berhembus isu, DPR RI akan menolak capim KPK yang diajukan pemerintah.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas (Unand), Saldi Isra mengatakan, anggota DRP RI tidak dapat terus-menerus menunda uji kepatutan dan kelayakan. Cepat atau lambat, DPR harus menetapkan capim KPK yang diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"DPR wajib memilih dan menetapkan calon di antara nama-nama yang diajukan Presiden," kata Saldi, Jumat (27/11).
Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara di Unand itu, DPR tidak memiliki alasan untuk menolak capim KPK. Selain itu, sesuai dengan Pasal 30 Ayat 10 UU Nomor 30 Tahun 2002, dijelaskan, DPR wajib memilih dan menetapkan lima calon yang dibutuhkan, dalam waktu paling lambat tiga bulan sejak tanggal diterimanya usul dari Presiden.
Dikatakannya, dari pasal tersebut, anggota DPR RI dibatasi frasa 'wajib' memilih dan menetapkan. Sehingga, Saldi mengatakan, DPR RI tidak bisa terus menerus menolak uji kepatutan dan kelayakan capim KPK.
Menurutnya, catatan DRR RI terhadap pansel penentu capim KPK, tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak atau mengambalikan kepada pemerintah. "Apalagi, (catatan) mekanisme kerja dari pansel dalam menentukan calon sama sekali tak diatur Undang-undang," ujar Saldi. (Pansel: Nama-Nama Capim KPK Memenuhi Syarat).
Presiiden Jokowi, kata dia, harus menolak pengembalikan capim KPK yang dilakukan DPR. Sebab, hal tersebut akan mempersulit keberadaan KPK.