REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi III DPR membantah tuduhan adanya upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di balik penundaan uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan (capim) KPK. Justru DPR ingin agar proses seleksi ini memunculkan figur terbaik yang duduk di kursi pimpinan KPK.
“Siapa yang ingin melemahkan, buktinya walau dijalankan oleh pelaksana tugas (plt), KPK masih memberikan kinerja yang cukup baik,” ujar anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Wihadi Wiyanto kepada Republika.co.id, Senin (30/11).
Menurut dia, tidak ada niatan dari DPR untuk melemahkan KPK. Komisi III, kata Wihadi, justru akan melakukan suatu penguatan terhadap KPK. Apa yang kemungkinan bisa menjadi celah untuk melemahkan KPK akan ‘ditutup’ oleh DPR.
Misalnya, kata dia, dalam hal pemberian wewenang untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau biasa disingkat dengan SP3. Usul pemberian kewenangan penerbitan SP3 berkaca pada sejumlah kekalahan KPK dalam menghadapi gugatan tersangka di tingkat praperadilan. Kekalahan itu menjadi bukti bahwa penyidikan KPK selama ini memiliki celah kekurangan yang harus ditutup.
“Ini berarti ada sesuatu yang harus dibetulkan,” kata dia.
Malam nanti, Komisi III akan mengadakan rapat pleno soal kelanjutan nasib capim KPK. Fraksi Gerindra sendiri belum menentukan nama-nama yang sesuai menjadi pimpinan KPK karena belum dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Namun menurutnya ada beberapa hal yang kurang pas dilakukan dalam proses pemilihan oleh panitia seleksi (pansel). Salah satunya yakni tidak adanya unsur kejakdaan. Ini merupakan hal prinsip yang diabaikan oleh pansel.
Wihadi juga menampik jika penundaan ini akan dilakukan hingga pembahasan revisi undang-undang KPK. UU tersebut baru masuk program legislasi nasional (prolegnas) sehingga membutuhkan waktu lama. “Kalau harus menerima ya terima. Tapi kalau pansel tidak memenuhi ya akan kami katakan sebenarnya. Tidak ada alasan kami harus menunggu-nunggu itu,” ujarnya.