REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR disarankan segera memilih dan mengesahkan beberapa calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nama-nama yang ada dinilai sudah cukup baik karena merupakan hasil dari proses pemilihan dari panitia seleksi (pansel) dan Presiden.
"Tapi saya lihat sebagian besar nama-nama itu tidak dikehendaki DPR sehingga prosesnya diulur-ulur dan diperlambat," ujar pengamat politik dari Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow kepada Republika.co.id, Senin (30/11) malam.
(Baca: Polemik Capim KPK, DPR Takut Jadi Target)
Dia menduga ada desain untuk membuat KPK lumpuh. Penundaan ini, kata Jeirry, menjadi bagian dari desain tersebut dan berjalan seiringan dengan usulan DPR untuk melakukan revisi UU KPK. "Dari segala ini, DPR sedang berusaha memperlemah KPK. Membikin lumpuh KPK dengan menunda proses penesahan di DPR," ujarnya.
DPR mempermabta sesuatu yang sebenarnya sudah jelas. Menurut dia, apa yang ditujukan DPR tersebut adalah sikap tidak pro pemberantasan korupsi. Jika pimpinan KPK tidak juga ditentukan, maka bisa jadi masa jabatan pelaksana tugas (plt) akan diperpanjang.
(Baca: Ini Tahapan Uji Kelayakan Capim KPK di DPR)
Sayangnya secara politik, jabatan plt tidak sekuat pimpinan KPK definitif karena tidak diangkat sesuai prosedur yang diatur UU. Kondisi ini menimbulkan tekanan bagi pemerintah karena memungkinkan munculnya negosiasi baru dengan pemerintah agar DPR bisa memasukkan orang yang dikehendaki.
Peluang ini sedang mereka ciptakan. Penundaan proses pemilihan adalah upaya membuat KPK tidak pasti. "Ini problem serius karena menjadikan lembaga ini lumpuh, ompong, atau bahkan dengan sendirinya dihilangkan," jelasnya.