REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Muslim di Amerika Serikat sedang dilanda kekhawatiran meluasnya islamofobia. Kekhawatiran ini muncul setelah dua pemuda yang diduga Muslim dituduh melakukan salah satu serangan paling mematikan di AS.
Muslim AS di seluruh negeri menanggapi dengan kaget dan marah atas insiden penembakan di San Bernardino tersebut. Terlebih pihak berwenang mengatakan pelaku diduga adalah Syed Rizwan Farook dan Tashfeen Malik. Mereka menyerbu sebuah pesta liburan di San Bernardino pada Rabu (2/12), menewaskan 14 orang dan melukai 21 lainnya.
Adam Hashem (32 tahun) di Dearborn pinggiran Detroit mengatakan, ia sedang berada di gym saat kejadian dan semua televisi menayangkan peristiwa itu. Ia berharap pelaku bukan keturunan Timur Tengah atau apapun yang mengasosiasikan diri dengan Muslim.
"Kami semua khawatir. Kami semua prihatin," katanya.
Ini merupakan insiden penembakan massal paling mematikan di AS, setelah kejadian serupa di Sekolah Dasar Sandy Hook tiga tahun lalu. Motivasi pelaku belum jelas dan sedang diselidiki pihak berwenang.
Muslim lainnya, Dawod Dawod (25) yang mengelola toko keluarganya mengatakan, dalam setiap kebudayaan atau agama selalu ada 'apel' buruk yang merusak sisa 'apel' lainnya. Hal itu menurutnya kini terjadi pada Muslim.
Ia juga khawatir para politisi akan menggunakan insiden penembakan itu untuk memperburuk opini mengenai Muslim. Ia mengutip ide dari calon presiden Partai Republik Donald Trump yang menggagas identitas khusus Muslim dan database mereka.
"Menakutkan. Padahal 90 persen Muslim adalah pekerja keras, orang-orang baik," ujarnya.
Baca juga:
Astaghfirullah... Alquran Diberondong Peluru Tergeletak di Depan Toko
Ada Gudang Senjata di Rumah Penyerang San Bernardino