REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Lektur dan Khazanah Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penerjemahan Alquran berbahasa daerah, mengakui kompleksitas bahasa yang dimiliki Alquran. Kepala Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Kemenag, Choirul Fuad Yusuf mengatakan Bahasa Arab yang digunakan dalam bahasa Alquran sungguh sangat kompleks. "Belum ada bahasa yang sekompleks dengan bahasa Alquran," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (4/12).
Namun kompleksitas bahasa Alquran ini bukan berarti Alquran sulit untuk dipelajari. Menurutnya, kompleksitas di sini artinya banyak pesan yang bisa diartikan dalam berbagai padanan kata bila disesuaikan dengan bahasa lain. Apalagi bila Alquran berusaha diterjemahkan ke dalam bahasa daerah Nusantara yang belum memiliki sistem tata bahasa yang baik.
Dia mengakui ada beberapa bahasa daerah Nusantara yang belum memiliki sistem kamus dan penulisan yang baku dan baik. Bahkan beberapa bahasa daerah tidak memiliki kelengkapan kosakata yang padan ketika menerjemahkan Alquran dari mushaf aslinya. Choirul mengambil contoh, salah satunya pada Bahasa Dayak.
(Baca Juga: Alquran Terjemahan Bisa Bantu Lestarikan Bahasa Daerah).
Bahasa Dayak. dia mengatakan, memiliki sistem yang berbeda dengan tata bahasa Banyumasan yang dianggap sudah cukup lengkap karena mengikuti Bahasa Jawa. "Dalam bahasa Dayak tidak semua kosakata dalam Alquran bisa ditemukan. Solusinya kita mengombinasikan sebagian dengan bahasa Indonesia agar pesan dan arti Alquran tidak menyimpang," kata dia.
Penerjemahan Alquran dengan berbagai bahasa daerah di Nusantara menjadi program Kemenag dalam dua tahun terakhir. Sebelumnya Kemenag melalui Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan telah mempublikasikan tiga Alquran terjemahan bahasa Minang, Banyumasan dan Dayak pada Kamis lalu. Rencananya enam Alquran bahasa daerah lain akan segera diluncurkan pada 2016 mendatang.