Sabtu 05 Dec 2015 14:52 WIB

Kritikus Kecam Pelabelan Muslim pada Pelaku San Bernardino

Rep: Gita Amanda/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Syed Rizwan Farook (28 tahun), seorang tersangka penembakan di San Bernardino, California.
Foto: AP
Syed Rizwan Farook (28 tahun), seorang tersangka penembakan di San Bernardino, California.

REPUBLIKA.CO.ID, CALIFORNIA -- Kritikus mengecam penekanan label Muslim pada pelaku penembakan di San Bernardino, California. Analis mengatakan, semestinya media tak membesar-besarkan hubungan pelaku dengan agama yang dianutnya.

Dilansir Aljazirah, Sabtu (5/12), pengacara keluarga pelaku Syed Rizwan Farook (28 tahun), David Chesley, mengatakan, liputan di media saat ini telah bergeser. Dari pemberitaan mengenai penembakan menjadi berita mengenai pelaku yang merupakan Muslim.

Sementara, menurut dia, peristiwa penembakan di masa lalu oleh orang-orang dengan agama lain tak pernah mengkaitkan dengan iman mereka.

"Dia (Farook) merupakan individu yang terisolasi tanpa teman. Saat seorang Kristen melakukan penembakan di klinik aborsi, berita utama media tak menyebutnya 'ekstremis kristen Katolik'. Tapi, saat pelaku Muslim maka berita utama media akan menyebutnya 'penembak Muslim'," ujar Chesley kepada wartawan, Jumat (4/12).

(Baca: San Bernardino Aksi Terorisme" href="http://republika.co.id/berita/internasional/global/15/12/05/nyuxb8349-fbi-sebut-serangan-di-san-bernardino-aksi-terorisme" target="_blank">FBI Sebut Serangan di San Bernardino Aksi Terorisme)

Chesley juga mencatat, FBI telah mengeluarkan pengumuman bahwa insiden penembakan ini sebagai aksi terorisme. Padahal, belum ada bukti langsung yang menunjukkan keterkaitan antara pelaku dengan teroris.

Profesor hukum yang berbasis di Amerika Serikat Khalid Beydoun mengatakan kepada Aljazirah, memang ada kekerasan pada elemen terpinggirkan dari komunitas Muslim. Tapi, menurut dia, hal itu juga berlaku di kelompok etnis atau agama lain di AS.

"Percakapan ini memang harus menyinggung masalah rasial, melintasi garis agama. Satu komunitas agama tak boleh didakwa dan itulan narasi yang terbentuk sekarang dalam ruang media populer," kata Beydoun.

Sementara itu, dari jajak pendapat Reuters/Ipsos terkait pandangan warga AS terhadap Muslim pascaserangan Paris dan San Bernardino menunjukkan, 51 persen warga melihat Muslim layaknya masyarakat lain. Hanya 14,6 persen yang mengatakan mereka takut.

Profesor politik di Universitas Princenton Amaney Jamal mengatakan, sehat melihat pandangan positif masyarakat terhadap Muslim. Tapi, ia memperingatkan akan kekhawatiran tumbuhnya ketakutan.

"Jika terorisme dirancang untuk menciptakan kesenjangan yang lebih besar antara Muslim dan Barat, sayangnya mereka berhasli. Ancaman teror harus diperjuangkan bersama oleh Muslim dan non-Muslim," ujarnya.

Sebelumnya, Federal Bureau of Investigation (FBI) mengatakan, sedang menyelidiki insiden penembakan di San Bernardino, California. FBI mengindikasi, aksi tersebut merupakan tindakan terorisme.

Dilansir BBC News, Sabtu (5/12), Direktur FBI James Comey mengatakan, ada indikasi pasangan pelaku telah menjadi radikal. Mereka menurut Comey, berpotensi terinspirasi kelompok-kelompok teroris asing. Tapi, menurut dia, belum ada bukti mereka bagian dar kelompok militan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement