Selasa 08 Dec 2015 16:00 WIB

DPRD DKI Jakarta Gagal Menjalankan Fungsi Anggaran

Direktur Kopel Indonesia, Syamsuddin Alimsyah
Foto: Andi Nur Aminah/Republika
Direktur Kopel Indonesia, Syamsuddin Alimsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menyesalkan sikap DPRD yang seolah tak berdaya menghadapi eksekutif dalam menjalankan fungsi anggarannya. DPRD yang seharusnya memiliki peran penting dan strategis mengkritisi kinerja ekskutif dalam penganggaran jutru manut dengan semua permintaan eksekutif. "DPRD dalam fungsi anggaran seolah antara ada dan tiada," ujar Direktur Kopel Indonesia, Syamsuddin Alimsyah kepada Republika.co.id, Selasa (8/12). 

Kopel menilai beberapa indikasi tak berdayanya DPRD di hadapan eksekutif. Pertama, soal perilaku buruk eksekutif yang selalu terlambat menyerahkan draf KUA/PPAS dan RAPBD yang harusnya dikritisi tapi malah didiamkan. 

Celakanya, seolah didikte, DPRD malah mendesain jadwal pembahasan RAPBD hanya dua hari dari yang seharusnya dua bulan sesuai ketentuan perundang undangan. "DPRD terjebak dalam skenario eksekutif berlama-lama di KUA PPAS yang sesungguhnya keluarannya adalah baru MoU dan bukan perda. Terlebih yang ikut bahas hanya segelintir anggota DPRD yang di Banggar," ujar Syamsuddin.

Kedua, hasil pemantauan Kopel Senin (7/12), eksekutif menolak usulan dan masukan DPRD untuk merubah atau menambah anggaran. Hal ini terjadi pada saat pembahasan KUA/PPAS APBD DKI Jakarta 2016 di DPRD. 

Anggaran yang diusulkan untuk diubah oleh DPRD adalah anggaran pada Dinas Sosial yang mengalokasikan anggaran sebesar Rp 250 miliar untuk pembangunan rumah susun. DPRD mengusulkan agar dinaikkan menjadi Rp 500 miliar. Tapi Sekda selaku Koordinator tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) Eksekutif menolak usulan tersebut dengan alasan harus lewat e-budgeting.

Anehnya karena DPRD lagi-lagi seolah manut dan tak punya penjelasan untuk bertahan menjelaskan argumentasinya selain menskorsing sidang. DPRD terjebak dalam perdebatan angka-angka yang sebenarnya juga memang tidak punya basis argumentasi yang kuat. 

Syamsuddin mengatakan, seharusnya dalam pembahasan KUA PPAS yang disoal adalah kebijakannya. Misalnya, apakah KUA PPAS tahun ini konsisten untuk menjawab RPJMD atau tidak?  Apa kebijakan Ahok yang menjamin DKI benar-benar sebagai daerah khusus. "Harusnya DPRD bermain ke sana. Belum saatnya angka-angka," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement