Rabu 16 Dec 2015 19:38 WIB

Kesenjangan Pendapatan Era Jokowi Disebut Lebih Besar dari Sebelumnya

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Said Iqbal
Foto: Antara/Ujang Zaelani
Said Iqbal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Aksi Upah-Gerakan Buruh Indonesia(KAU-GBI) menilai satu tahun lewat pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla memberikan kado pahit dan menyakitkan. Kado tersebut berupa kesenjangan pendapatan antara orang kaya dan miskin yang makin melebar dibandingkan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan bahkan kesenjangan tersebut melebihi masa pemerintahan Presiden terdahulu seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati, Gus Dur, BJ Habibie, bahkan zaman Soeharto sekalipun. "Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin," ujarnya lewat pesan singkat yang diterima Republika.co.id, Rabu (16/12).

Bank Dunia melansir angka gini ratio Indonesia pada 2015 sebesar 0,42, meningkat dibandingkan tahun lalu 0,41 dan 2013 sebesar 0,39. Bagi kaum buruh ini menunjukan pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati kalangan menengah atas sedangkan menengah bawah termasuk buruh dan orang miskin makin terpuruk nasibnya. Pasalnya ini berarti 20 persen orang kaya menikmati sekali benefit dari pertumbuhan ekonomi.

Hal ini, kata Iqbal, diperparah dengan kebijakan upah murah Presiden Jokowi melalui PP No 78 Tahun 2015 yang akan makin mempersulit biaya hidup, menurunkan daya beli buruh, serta menurunkan angka konsumsi. Kenaikan upah cenderung kecil seiring melambungnya harga sembako, gas, tarif dasar listrik (TDL), bahan bakar minyak (BBM), ongkos transportasi, dan sewa rumah.

Buruh yakin bila kebijakan upah murah dan pro kapitalis atau bisnis melalui paket kebijakan ekonomi tidak diiringi upah layak maka bisa dipastikan angka gini ratio di masa Jokowi-JK akan terus meningkat. Sejarah mencatat angka empiris menunjukan revolusi Prancis, Rusia, Amerika Latin, dan Arab (Arab Spring) yang menjatuhkan pemerintah saat itu adalah angka gini ratio 0,5. "Indonesia 0,42 berarti sudah lampu merah," ujar Iqbal.

Buruh berpendapat cara mengurangi kesenjangan pendapatan adalah dengan meningkatkan daya beli (purchasing power) melalui upah layak bukan upah murah. Pemerintah harus mencabut PP Pengupahan, memberlakukan upah sektoral industri serta meningkatkan pelayanan dan benefit jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

Dia mengatakan buruh akan terus berjuang menekan angka gini ratio melalui negosiasi dan aksi-aksi massa di seluruh Indonesia pada 2015 dan 2016.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement