Sabtu 19 Dec 2015 14:55 WIB

Bela RJ Lino, Yusril: Dalam Hukum Pidana tidak Boleh Ada Asumsi

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bayu Hermawan
Yusril Ihza Mahendra
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost (RJ) Lino, sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi di kasus pengadaan Quay Container Crane.

Dalam menghadapi proses hukum ini, RJ Lino telah menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukumnya. Dalam keterangan tertulisnya, Yusril juga telah mengonfirmasi dan menyanggupi untuk mendampingi RJ Lino dalam kasus tersebut.

"Pak Lino yang diumumkan KPK menjadi tersangka, dan kami Ihza-Ihza Law Firm diminta beliau untuk menangani perkara tersebut. Kami telah menyatakan bahwa kami menyanggupinya," ujar Yusril, Sabtu (19/12).

Ia menjelaskan, sebagai advokat, pihaknya memiliki kewajiban untuk mengawal semua proses dalam upaya penegakan hukum yang benar dan adil.

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu pun menyebutkan, tugas dari advokat kurang lebih sama dengan polisi, jaksa, hakim, dan KPK untuk menegakan hukum secara adil dan benar.

Negara, dalam hal ini KPK, ujar Yusril, memang memiliki kewenangan untuk menyatakan salah seorang warganya sebagai tersangka pelaku tindak pidana dan jika cukup bukti berwenang pula untuk menuntutnya ke pengadilan.

Dalam proses itu, kedudukan negara dan warganya seimbang. Inilah, kata Yusril, yang menjadi inti dari doktrin negara hukum.

Namun, aparatur negara berkewajiban menegakan hukum secara adil dan benar, sesuai dengan bukti yang ada dan landasan hukum yang kuat.

"Kami sebagai advokat berkewajiban mengawal semua proses itu agar hak-hak tersangka tetap terjamin dan kewenangan negara dijalan oleh aparatnya secara adil dan proporsional," katanya.

Lebih lanjut, Yusril menegaskan, semua ini bertujuan untuk penegakan hukum yang benar dan adil. Pun dengan proses yang berjalan.

Yusril pun menegaskan, dalam hukum pidana tidak boleh ada asumsi dari pihak-pihak tertentu, seperti dari politisi atau orang awam yang dibangun melalui media massa terhadap suatu kasus.

"Dalam hukum pidana, kebenaran materil adalah mutlak harus dicapai. Tidak boleh hanya asumsi-asumsi, apalagi asumsi yang dibangun oleh politisi dan orang awam melalui media massa. Hal ini menyakut hak dan kebebasan warga negara. Maka apabila nantinya tersangka atau terdakwa terbukti bersalah, jatuhkan hukuman dengan adil," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement