REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf memaparkan, sejak tahun 2010 hingga sekarang, tercatat lebih dari 50 kepala daerah yang melakukan transaksi mencurigakan. Mereka pun sudah dilaporkan kepada penegak hukum. Sayangnya, belum semua ditindaklanjuti.
"Levelnya ada wali kota, ada bupati ada gubernur yang melakukan transaksi mencurigakan. Kita kirim laporannya ke penegak hukum, namun belum semuanya ada feedback atau laporan tidak lanjutnya," katanya, Senin (28/12).
Ia mengatakan alasan utama kasus yang membelit kepala daerah tak kunjung diselesaikan bukan karena tak ditindaklanjuti aparat, tetapi sulitnya mengumpulkan alat bukti.
"Bukan tidak ditindaklanjuti, cuma mereka terbentur susahnya mencari alat bukti. Misalkan ada uang masuk, ini uang dari mana, konteksnya apa. Kan tidak gampang," ucap Yusuf.
Salah satu solusi yang bisa diambil adalah dengan memaksimalkan pajak dari transaksi tersebut. Sebab, jika laporan tersebut hanya dibiarkan begitu saja, negara tidak akan dapat apa-apa.
"Nah saya melihat bahwa kan jelas ada uang masuk kenapa tidak optimalisasi pajaknya gitu. Maka minimal kita pungut pajaknya dulu sampai proses pidana berjalan," kata Yusuf.