REPUBLIKA.CO.ID, LHOKSEUMAWE -- World Wildlife Fund (WWF) menilai berkurangnya areal lahan hutan, akibat maraknya pembalakan liar dan pengalihan fungsi lahan oleh perusahaan perkebunan, merupakan penyebab utama berkurangnya populasi gajah sumatera di Aceh.
Staf Komunikasi WWF Provinsi Aceh, Chik Rini di Lhokseumawe, Senin (11/1) mengatakan, sejak 25 tahun terakhir, telah terjadi kehilangan populasi gajah di Aceh hampir 50 persen dan hal tersebut butuh perhatian serius.
"Coba lihat sekarang, lahan di hutan sudah semakin berkurang akibat disulap menjadi perkebunan sawit, sehingga menyebabkan populasi gajah semakin lama, semakin hilang," ujar Chik Rini.
Ia menambahkan, sekarang banyak ditemukan jalur-jalur jelajah gajah yang sudah beralih fungsi, sehingga menyebabkan binatang berbadan besar itu keluar dari habitatnya untuk mencoba bertahan hidup.
Sehingga seluruh pihak harus berperan aktif untuk memulihkan kembali jalur jelajah gajah tersebut, agar populasi hewan dilindungi itu tidak semakin hilang dan mengantisipasi untuk tidak terjadinya konflik gajah.
"Alam yang sudah ada ini harus bisa kita jaga dengan baik, begitu juga dengan jalur jelajah gajah jangan diganggu. Kalau kita bisa saling menjaga, maka tidak akan pernah terjadi konflik gajah dengan manusia," tutur Chik Rini.
Tambahnya, hilangnya populasi gajah sumatera di Aceh sudah terjadi sejak tahun 1990-an dan jumlah binatang berbelalai panjang tersebut hanya tinggal 500 ekor, sebelumnya populasinya bisa mencapai seribuan.
Chik Rini mengimbau pemerintah untuk memperketat pemberian izin untuk masalah perkebunan, terutama bagi yang ingin melakukan pengalihan fungsi lahan.
Hal tersebut sangat penting, untuk menghindari konflik gajah dengan manusia dan bisa juga menjaga populasinya.
"Pemerintah jangan terlalu mudah untuk memberikan izin bagi perusahaan di sektor perkebunan, sehingga bisa mengganggu habitat gajah tersebut," ungkap Chik Rini.