Sabtu 16 Jan 2016 08:32 WIB

Aksi Teror di Sarinah, DPR: BIN Bekerja Lamban

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Bilal Ramadhan
Gedung Sarinah ditutup usai ledakan bom di Pos Polisi Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1).    (Republika/Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Gedung Sarinah ditutup usai ledakan bom di Pos Polisi Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq menilai kerja Badan Intelijen Negara (BIN) terbilang lamban, terkait dengan serangan yang terjadi di kawasan Thamrin, Jakarta, Kamis (14/1).

Karena, aksis teror tersebut pasti sudah direncanakan cukup lama, setidaknya sejak densus 88 lakukan penangkapan sejumlah aktifis yang diduga terkait kelompok teroris. ''Tentang kinerja BIN, seharusnya BIN sudah bisa mendeteksi lebih awal dan lakukan pencegahan dini secara lebih tepat,'' kata Mahfudz saat dihubungi, Jumat (15/1).

Ia juga menyebutkan menyebutkan,beberapa pihak yang bekejer tidak optimal adalah pihak imigrasi, pengendali transaksi keuangan dan pengendali komunikasi siber. Sebab, apabila masih ada pihak dalam aktor keamanan negara yang bermain-main dengan mengelola kelompok-kelompok radikal dengan pendekatan proyek.

''Sejarah Orde Baru menunjukkan bagaimana kelompok-kelompok radikal dikelola sebagai instrumen proxy untuk kepentingan politik penguasa saat itu,'' ujar dia.

Dia mengatakan, Indonesia sebagai negara muslim terbesar dunia pastilah akan diseret untuk menjadi bagian dari perang proxy yang melibatkan ISIS dan kekuatan-kekuatan besar aktor negara di belakangnya.

Kesadaran dan pemahaman terhadap konteks persoalan ini, lanjut Mahfudz, menjadi penting agar pemerintah Indonesia memiliki kebijakan tepat dalam isu perang melawan terorisme dan dalam menjalankan politik luar negerinya.

Dirinya menjelaskan ada beberapa tahap yang akan dilakukan oleh ISIS, pada tahap pertama, Indonesia dijadikan salah satu sumber rekrutmen foreign fighters bagi ISIS di Irak dan Suriah, dan itu sudah berlangsung dan akan terus.

Kedua, kelompok-kelompok radikal yang sudah lama ada (sekitar 15-16 kelompok) akan terus digalang untuk berpatron dengan ISIS dan kemudian menjalankan operasinya di dalam negeri. ''Bisa dipastikan mereka yang menamakan diri pendukung atau bagian dari ISIS di Indonesia bukanlah aktor baru,'' ujar dia.

Ia menambahkan, kelompok, anggota, jaringan, daerah basis dan pola gerakannya relatif sudah teridentifikasi oleh pihak keamanan dan intelijen Indonesia. Tingkat keberhasilan rencana aksi teror mereka akan sangat ditentukan oleh tingkat kecepatan dan ketepatan aktor keamanan dan intelijen Indonesia dalam deteksi dini, cegah dini, dan pre-emptive action.

''Namun penanggulangan terhadap kelompok-kelompok radikal ini akan berkepanjangan manakala tingkat koordinasi kerja antara Polri, BIN, BNPT dan juga TNI tidak berjalan baik,'' ucapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement