REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi selama satu dekade terakhir 2003-2013 menggantungkan sepenuhnya ekonomi nasional pada minyak.
Tren penurunan harga minyak dunia saat ini memaksa negara tersebut perlu melakukan diversifikasi dan reformasi di bidang ekonomi
Harga minyak dunia terus turun saat ini 30 dolar AS per barel menjadi 110 dolar AS per barel. Arab Saudi berpotensi kehilangan 700 miliar dolar AS dari penjualan minyak.
Industri minyak menyumbang 30 persen ekonomi nasional dimana 50 persennya dari nilai ekspor. Negara ini memperoleh 65 persen pendapatan nasional dari penjualan minyak.
Akhir Januari 2015, pemerintah Arab Saudi akan mengumumkan serangkaian reformasi ekonomi untuk mengimbangi rendahnya harga minyak dunia. Reformasi tersebut termasuk di dalamnya subsidi energi dan efisiensi pengeluaran pemerintah.
Ketergantungan Arab Saudi pada sektor publik juga dianggap rentan bagi negara kaya di Tanah Arab ini. Pemerintah berencana mengurangi belanja publik tahun ini menjadi 840 miliar riyal Saudi dari posisi 975 milar riyal Saudi pada 2015.
Dengan ekonomi yang sangat bergantung pada belanja pemerintah, sejumlah pihak memproyeksikan itu akan memperlambat pertumbuhahan ekonomi lebih lanjut.
Lembaga pemeringkat Standard and Poor memperkirakan sektor ritel paling terpengaruh jika pemerintah benar-benar merealisasikan pemotongan upah sektor publik. Dana Moneter Internasional (IMF) di sisi lain menilai pengeluaran besar untuk sektor publik membuat pasar tenaga kerja kuang efisien.
"Ketersediaan pekerja sektor publik selama ini membuat warga negara (Arab Saudi) sendiri enggan menjadi wirausaha dan memilih bekerja di lapangan kerja swasta. Perlu langkah-langkah khusus untuk mengisi kekosongan ini," tulis IMF, dilansir dari the National's Business, Senin (18/1).
Perusahaan-perusahaan swasta di Arab Saudi saat ini juga masih bergantung pada kontrak kerja dengan pemerintah. Profitabilitas mereka bergantung pada kemauan pemerintah Arab Saudi untuk membuka keran kerja sama.
Singkatnya, harga minyak rendah memukul perekonomian Arab Saudi. Ini berarti ekonomi Arab Saudi belum terdiversifikasi sama sekali.
McKinsey memperkirakan negara ini membutuhkan empat triliun dolar AS untuk investasi sektor publik dan swasta hingga 2030 mendatang demi menyuntik perekonomian kerajaan yang terpukul harga minyak.