REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ceramah-ceramah yang bersifat provokatif dianggap berpotensi melahirkan paham radikal. Bahkan, Menteri Agama berpesan agar pendakwah memberikan ceramah mencerahkan dan bukan provokatif.
Ketua Umum PP Badan Koordinasi Mubalig se-Indonesia (Bakomubin) Ali Mochtar Ngabalin menolak pandangan yang mengaitkan ceramah-ceramah keras atau bersifat provokatif dengan kemunculan paham-paham radikal.
Menurutnya, pelarangan pendakwah yang biasa memberikan ceramah dengan keras atau provokatif merupakan bagian dari intimidasi atas ajaran agama.
"Tidak boleh ada intimidasi atas ajaran agama apa pun," kata Ali kepada Republika.co.id, Rabu (20/1).
Ia menerangkan, paham radikal bisa tumbuh dalam agama apa pun, termasuk Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, sehingga paham radikal tidak melulu harus dikaitkan dengan Islam.
Hal itu terbukti dengan berbagai tindakan radikal yang belakangan terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa dan Amerika Serikat.
"Yang jelas membuktikan paham radikal bisa tumbuh dalam agama apa pun," ujar dia.
Berbagai tindakan radikal itu, lanjut Ali, turut membuktikan kalau ceramah-ceramah dari para pendakwah Islam yang biasa berdakwah dengan keras atau provokatif, tidak melulu menjadi faktor atau melahirkan paham radikal.
Ia berpendapat, paham-paham radikal tidak akan tumbuh selama pemerintah bisa menjalankan tugas yang diamanahkan rakyat dengan baik, bukan disebabkan ceramah keagamaan.
Ali menambahkan, langkah terpenting yang bisa dilakukan pemerintah adalah memosisikan diri dengan baik serta menerjemahkan seluruh program-program yang ada dengan benar.
Sebab, kalau tidak, menurut Ali, negara akan selalu bertemu dengan masalah-masalah kekerasan yang memang lahir dari ketidakpuasan dan hendak menarik mata dan pikiran pemerintah untuk memberikan perhatiannya.